Apakah posisi Cina dalam formasi Flying Geese mengalami perubahan ?

0
| Minggu, 27 Oktober 2013


NAMA                    : RIA ROSIANNA S.
NIM                       : 1002045106
MATAKULIAH         : HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA PASIFIK
KELAS                     : HI REGULER B ‘10

Soal
Apakah posisi Cina dalam formasi Flying Geese mengalami perubahan ?

Jawaban
TEORI ANGSA TERBANG ( FLYING GEESE THEORY)
Teori ini menggambarkan bahwa perkembangan perekonomian kawasan Asia Pasifik layaknya seperti kawanan angsa dengan Jepang sebagai leadernya. Sedangkan, angsa-angsa lain seperti; Cina, Korsel, Taiwan, dan negara-negara Asia Tenggara berfungsi penyedia tempat bagi industri padat karya Jepang yang sangat tergantung pada teknologi Jepang. Kawasan Asia Tenggara berada pada posisi yang paling belakang dari formasi ini, namun demikian setiap angsa akan mengepakkan sayapnya guna memberikan "daya dukung". Dengan kata lain, angsa yang terbang di belakangnya tidak perlu bersusah-payah untuk menembus 'dinding udara' yang ada di depannya.
Model pertumbuhan ekonomi angsa terbang di Asia Pasifik yang di dalamnya dapat kita lihat formasi sektor-sektor industri, dimana  Jepang sebagai pemimpin dalam formasi angsa terbang ini “menarik maju” sesama negara kawasan Asia Pasifik, utamanya negara industri baru (NIEs) dan ASEAN. Kibasan sayap Jepang dan NIES secara aeoridinamis menarik kawanan angsa di kawasan Asia Pasifik lainnya, sehingga laju pertumbuhan ekonominya pun mengikuti sang pemimpin dalam formasi victory. Terbukti bahwa ekonomi negara industri baru di Asia Pasifik tumbuh secara akseleratif, sebagai contoh Taiwan, Korea, dan Singapura. Percepatan laju pertumbuhan ekonomi kawasan ini menarik negara-negara di kawasan Asia Tenggara, sehingga Malysia, Thailand, Filipina, dan juga Indonesia.  Karena terjadi percepatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan bangsa-bangsa Asia Pasifik, di mana sumber daya alam, budaya, agama, dan warisan sejarah saling memberikan kontribusi yang nyata dengan Jepang sebagai yang terdepan.
Paradigma Angsa Terbang” (Flying Geese Paradigm), yang intinya mendorong negara-negara Asia harus segera mengejar ketertinggalan dari bangsa Barat, dapat membentuk barisan seperti angsa terbang agar industri manufaktur primer dapat terus dialihkan dari negara makmur di Asia ke negara-negara berkembang di Asia, kemudian seluruh Asia menjadi satu kesatuan seperti sekelompok angsa yang terbang membentuk formasi untuk maju bersama, mengejar ketertinggalan dari bangsa Barat. Angsa-angsa yang berada di depan selalu diikuti angsa-angsa lain kemanapun ia pergi. Ia menjadi navigator. Tetapi dalam perjalanannya ternyata tak banyak angsa yang bisa terus berada di depan. Ia bisa goyah dan gundah sehingga kedudukannya diganti yang lain.
POSISI CINA SAAT INI
Sejak terjadinya krisis keuangan di Asia pada tahun 1997, kepemimpinan Jepang mulai menurun. Krisis ekonomi dalam negeri Jepang yang berkepanjangan telah menghambat kemampuan Jepang untuk memainkan peranan pemimpin pergerakan ekonomi di kawasan secara maksimal. Para ahli percaya bahwa Jepang harus memecahkan masalah-masalah ekonominya dengan mengimplementasikan stimulus ekonomi, mereformasi sistem perbankan dan finansial, serta melaksanakan reformasi institusional, namun Jepang menentang tekanan untuk mereformasi dan merangsang perekonomian Jepang yang stagnan dengan alasan keamanan sosial. Investasi di AS juga kian tidak efisien, seiring dengan mahalnya upah tenaga kerja. Karena itu, banyak industri yang direlokasi ke Asia yang kaya penduduk dan sumber daya alam. Realitasnya, Amerika Serikat (AS) justru kian bergantung pada Cina, dimana defesit anggaran AS tahun 2009 melampaui 8,1 trilliun dollar AS dengan utang kumulatif mendekati 12 trilliun dollar AS. Memasuki tahun 2012, terdapat fenomena yang sangat menarik mengenai perkembangan teori angsa terbang. Dimana, Cina akan mengeser posisi Jepang sebagai pemimpinnya.
Kebangkitan ekonomi Cina dalam dasa warsa terakhir menjadikannya sebagai negara yang akan mengambil alih posisi Jepang. Tanda-tanda ke arah tersebut sudah terlihat jelas, dimana Cina telah menjadi salah satu negara industri terbesar di dunia dengan menyedot ketersediaan sumber daya alam dan manusia. Produknya telah membanjiri pasar-pasar di berbagai belahan dunia. Demikian pula, kemajuan iptek Cina mengalami lompatan yang sangat signifikan. Pencapaian secara ekonomi tentu akan berhubungan dengan posisi politik Cina di forum internasional. Semula, investasi di Cina hanya dikenal untuk produk-produk seperti pakaian jadi dan mainan anak-anak. Namun, mereka merambah produk-produk yang canggih, seperti barang-barang elektronik. Investasi asing di Cina tumbuh amat kencang. Pada tahun 2001, tercatat rekor 47 milyar dollar AS. Hingga Agustus 2002, sudah masuk persetujuan 35 milyar dollar AS. Tingginya angka investasi asing ini konsisten dengan pesatnya pertumbuhan ekspor. Pada tahun 2000, ekspor Cina mencapai 250 milyar dollar, tahun 2001 naik menjadi 265 milyar dollar, dan sampai Agustus 2002 ekspor mereka sudah 200 milyar dollar AS. Kini Cina juga telah menjelma menjadi negara produsen barang-barang industri terbesar keempat di dunia, yang hanya kalah dari AS, Jepang, dan Jerman. Oleh karena itu, Cina sangat diperhitungkan sebagai kekuatan ekonomi politik global dengan cadangan devisa 2, 85 triliun dollar AS pada tahun 2011. Pendapatan per kapita Cina sekarang sudah mencapai US$ 1.740 dengan pertumbuhan di atas 9 persen per tahun sejak 1978. Bahkan, Cina sudah mampu melampaui Perancis, Jerman dan Inggris sebagai negara dengan ekonomi yang maju. Sekarang, Cina merupakan kekuatan ekonomi yang luar biasa; menjadi pusat industri manufaktur dunia, penyedia dana paling terkemuka, investor utama  dari Afrika sampai Amerika Latin, serta menjadi pusat sumber riset dan pengembangan berbagai industri yang mempunyai pengaruh ekonomi secara luas. Diperkirakan dalam 10 - 15 tahun mendatang, Cina akan mampu melampaui Jepang sebagai negara ekonomi terkuat di dunia, berdasarkan pertumbuhan ekonominya yang sangat pesat di atas negara-negara maju lainnya. Sementara itu, dengan pesatnya kemajuan dan tingkat pertumbuhan ekonominya yang fenomenal, Cina mulai memosisikan diri sebagai "pemimpin" perkembangan ekonomi di kawasan. Negara ini telah menjadi negara pengekspor ke-4 terbesar di dunia dan menyerap hampir sepertiga dari total investasi asing yang ditujukan ke negara-negara berkembang.
KESIMPULAN
Krisis yang baru-baru saja terjadi di Amerika Serikat kembali menegaskan bahwa dunia sedang mencari keseimbangan baru sebagaimana dalam teori ekonomi bahwa faktor ekonomi akan terus bergerak mencari titik ekuilibrium. Saat ini ekonomi dunia memang  masih di dominasi Amerika Serikat, penggunaan mata uang US dolar dalam transaksi perdagangan dunia masih mengukuhkannya sebagai barometer ekonomi dunia.  Sementara Amerika Serikat akan melanjutkan kebijakannya di Asia Pasifik yang dikenal sebagai "pivot" --penyeimbangan kembali dengan meningkatkan kehadiran militer di kawasan-- meskipun anggaran pertahanan negara tersebut berkurang akibat krisis ekonomi. Penyeimbangan kembali wilayah Asia Pasifik adalah respon Amerika Serikat terhadap kebangkitan ekonomi negara-negara Asia. Pertumbuhan ekonomi tinggi yang diraih Cina, India, Korea Selatan, Jepang dan juga negara Asia Tenggara telah mengubah konstelasi kekuatan dunia.
Dunia juga sedang mencari leader baru dalam formasi flying geese. Bisa saja Cina sebagai kekuatan ekonomi baru dunia atau Jepang yang telah lama “mengincar” posisi tersebut. Jepang dan Cina yang kini sedang menghadapi “kembalinya” kepemimpinan Amerika Serikat dengan energy murah (khususnya shale gas, yang di fraktur dari batu-batu di perut bumi, dan biayanya hanya seperempat dari gas-gas alam asal Qatar atau Indonesia).
Hanya saja Jepang tidak bisa lepas dari pengaruh krisis ini, karena Amerika menduduki peringkat pertama sebagai “mitra” dagang Jepang. Prestasi Jepang dalam perekonomian memang tak dapat dianggap enteng pada tahun 2005 saja menjadi Negara dengan standar hidup tertinggi kedua di dunia setelah Amerika, dengan GDP USD 25.800, sementara Amerika USD 35.200.
Kebangkitan Cina dalam dasa warsa terakhir menjadikan Negara ini bisa saja mengambil alih posisi Jepang. Tanda-tanda kearah sana sudah jelas. Saat ini Cina merupakan salah satu Negara industri terbesar di dunia dengan menyedot ketersediaan sumber daya alam dan manusia. Produknya telah membanjiri pasar-pasar di Negara-negara kawasan Asia Pasifik. Kemajuan iptek Cina telah mengalami lompatan yang sangat signifikan. Tetapi Cina masih memiliki risiko melamban, terutama jika program reformasi pemerintahan baru tidak berjalan sesuai rencana, yang akan memberikan tekanan terhadap negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik.

UNHCR sebagai “Guardian” Pengungsi

0
|
UNHCR sebagai “Guardian” Pengungsi
RIA ROSIANNA SIMBOLON
1002045106
HI REGULER B ‘10
Peran UNHCR sebagai organisasi internasional yang bertanggung jawab menangani pengungsi terlihat ketika konflik di suatu negara maupun antar negara semakin sering terjadi mulai karena berbagai macam isu mengenai kepentingan sampai isu penggulingan rezim pemerintahan, tanpa memperhatikan nasib masyarakat sipil yang akhirnya menjadi korban dan harus menanggung beban sebagai pengungsi di negara lain.


PENDAHULUAN
Sejak Maret 2011, rezim Bashar al-Assad terancam digulingkan oleh kelompok oposisi Suriah. Peta politik di Suriah dikuasai kelompok Syiah Alawiyah yang berhasil memperluas kekuatan militer serta membentuk undang-undang yang membatasi pergerakan kelompok oposisi yang sebagian besar bermazhab Sunni. Kelompok minoritas Syiah Alawiyah mampu menguasai berbagai sektor perekonomian di Suriah hingga Bashar al-Assad menjadi Presiden di Suriah. Sikap diskriminasi ini menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan Sunni hingga berujung pada perlawanan untuk menuntut reformasi politik dalam pemerintahan. Tuntutan tersebut membuat pemerintah merombak struktur parlemen dan pemerintahan, namun rakyat menolak karena menganggap struktur pemerintahan masih dijabat orang-orang yang memang dekat dengan Bashar al-Assad.  Bashar al-Assad bersikeras tetap mempertahankan kekuasaannya walau harus menggunakan kekerasan. Sikap tersebut memunculkan gelombang demonstrasi menuntut Bashar al-Assad untuk segera mundur dan melaksanakan pemilu dalam waktu dekat. Gerakan reformasi berupa unjuk rasa damai pun berubah menjadi konflik bersenjata. Tidak sedikit korban jiwa menjadi korban sehingga kondisi yang tidak kondusif ini akhirnya memaksa ratusan ribu penduduk Suriah untuk pergi keluar dari negaranya demi mendapatkan perlindungan. Sampai dengan tanggal 1 Februari 2013 menurut data UNHCR sebanyak 728.553 pengungsi Suriah telah teregistrasi sebagai pengungsi. Jumlah ini terdiri dari 237.623 di Libanon, 227.484 di Yordania, 163.161 di Turki, 79.769 di Irak, 14.478 di Mesir, dan 6.338 di Afrika Utara.[1]
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana upaya UNHCR dalam memberikan perlindungan terhadap pengungsi Suriah yang berada di Libanon terkait perannya sebagai lembaga internasional yang menangani permasalahan pengungsi di dunia ? Tulisan ini akan menjawab pertanyaan tersebut dengan menggunakan konsep organisasi internasional yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peran UNHCR menangani fenomena global mengenai pengungsi yang saat ini berada di Libanon.
PEMBAHASAN
UNHCR diamanatkan oleh PBB untuk berperan memimpin dan mengkoordinasikan tindakan internasional untuk melindungi hak-hak pengungsi dan mencarikan jalan keluar serta solusi jangka panjang bagi permasalahan mereka di seluruh dunia[2]. Eksplorasi dan analisis aktivitas organisasi internasional akan menunjukkan sejumlah perannya, yaitu inisiator, fasilitator, mediator, rekonsiliator dan determinator.[3]
v Peran UNHCR sebagai Inisiator
UNHCR berperan sebagai inisiator ketika pemerintah Libanon dengan menyatakan bahwa negaranya membutuhkan bantuan dari dunia internasional terutama PBB untuk menyalurkan bantuan terhadap pengungsi Suriah yang berada di negaranya.
Libanon sebagai host country tidak hanya membutuhkan bantuan material tetapi juga bantuan non-material untuk menangani gelombang pengungsi yang memasuki wilayah negaranya yang semakin memuncak pada tahun 2012 sampai saat ini. Walaupun Libanon bukan negara pihak penandatangan Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi, UNHCR tetap turun tangan untuk membantu dengan membawa bantuan kemanusiaan. Hal ini sesuai dengan mandat yang telah diterima UNHCR oleh PBB.
v Peran UNHCR sebagai Fasilitator
UNHCR bekerja sama dengan Departemen Urusan Pendidikan dan Sosial Libanon untuk meningkatkan kondisi anak-anak Suriah di Libanon.[4] UNHCR dan mitranya membuat program Back to School yang bertujuan untuk mendorong pendaftaran anak-anak sekolah dan memberikan informasi kepada para pengungsi tentang cara mendaftar di sekolah. Transportasi ke sekolah disediakan bagi mereka yang membutuhkan. Tas sekolah dan seragam juga didistribusikan pada anak-anak yang sudah terdaftar. Selama liburan musim panas, UNHCR juga menyediakan kelas untuk membantu anak-anak pengungsi mengejar ketinggalannya.
Harapan para pengungsi untuk mendapat perlindungan semakin nyata saat UNHCR dan mitranya segera mencarikan tempat berlindung. Sebagian besar pindah ke rumah sewa melalui hibah bantuan tunai.[5] UNHCR mengidentifikasi beberapa bangunan yang telah ditinggalkan pemiliknya dan bisa direhabilitasi untuk menjadi tempat penampungan.[6] Keluarga yang membutuhkan akan menerima hibah rata-rata US$ 240 per bulan untuk meningkatkan kemampuan pengungsi membeli pakaian, biaya sewa, perlengkapan dapur, dan barang rumah tangga lainnya di pasar Libanon dan ini juga berkontribusi terhadap perekonomian Libanon.[7]
UNHCR dan mitranya juga menjalankan program kesehatan dan kesadaran mental untuk membantu pengungsi menghadapi tekanan besar dari pengangguran dan masalah seperti beradaptasi dengan kehidupan di Libanon, serta trauma kehilangan anggota keluarga di Suriah.[8]
v Peran UNHCR sebagai Mediator dan Rekonsiliator
Menurut Sumaryo Suryokusumo, organisasi internasional adalah : “suatu proses; organisasi internasional juga menyangkut aspek-aspek perwakilan dari tingkat proses tersebut yang  telah dicapai pada waktu tertentu. Organisasi internasional juga diperlukan dalam rangka kerjasama menyesuaikan dan mencari kompromi untuk menentukan kesejahteraan serta memecahkan persoalan bersama serta mengurangi pertikaian yang timbul”.[9]
Dalam menangani pengungsi Suriah, UNHCR mengupayakan kerjasama antara pemerintah Suriah dan Libanon untuk mencari solusi bersama. Solusi terbaik adalah repatriasi atau pengembalian kembali pengungsi Suriah ke negara asalnya. Mengingat sampai saat ini situasi belum kondusif, solusi tersebut belum mampu dilakukan oleh UNHCR. UNHCR hanya dapat memastikan bahwa para pengungsi Suriah tidak dikembalikan atau dipulangkan sampai kondisi dan situasi di Suriah benar-benar aman.
v Peran UNHCR sebagai Determinator
Berdasarkan Konvensi 1951 dan Protokol 1967, UNHCR mempunyai kewenangan untuk menentukan status bagi pengungsi. Oleh karenanya, ketika terjadi pergerakan pengungsi ke Libanon, UNHCR langsung menyediakan informasi mengenai penyebaran kantor pendaftaran UNHCR untuk mendorong warga Suriah yang membutuhkan perlindungan dan bantuan untuk mendaftarkan dirinya sebagai pengungsi.[10] Di Libanon, rata-rata 1.500 pengungsi teregister UNHCR melalui empat pusat pendaftaran. UNHCR berencana membuka pusat pendaftaran baru sebagai respons terhadap peningkatan pengungsi Suriah. UNHCR juga menggunakan pendaftaran mobile untuk menjangkau mereka yang tidak dapat mencapai pusat-pusat pendaftaran.
PENUTUP
Dalam hal ini UNHCR sebagai organisasi internasional yang menangani pengungsi sudah memberikan peran yang sangat baik, sebagai “Guardian” pengungsi. Walau masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaannya karena situasi dan kondisi yang tidak mendukung. UNHCR sebaiknya lebih giat untuk mempromosikan dan memberikan pemahaman kepada masyarakat internasional mengenai hukum pengungsi internasional agar lebih banyak lagi negara yang bersedia untuk meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Hal ini paling tidak dapat mencegah negara untuk tidak bertindak sewenang-wenang memperlakukan para pengungsi apalagi sampai memulangkan atau mengusir secara paksa (non refoulment) pengungsi dari negara mereka. Walaupun sebenarnya prinsip non refoulment ini telah menjadi hukum kebiasaan internasional, akan tetapi negara tetap memiliki kedaulatan penuh. Sehingga tidak menutup kemungkinan negara bisa mengusir pengungsi dengan alasan keamanan nasional misalnya.

Referensi
Buku
Perwita, Anak Agung Banyu dan Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Hubungan Internasional, Bandung : Penerbit Remaja Rosdakarya, cetakan kedua, 2006.
Suherman, Ade Maman Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003

World Wide Web
Amid Conflict in Syria, Neighbouring Countries See Rising Numbers of Refugees dalam http://www.unhcr.org/5024eddf9.html , diakses tanggal 5 Maret 2013
Refugee Outflow Into Neighbouring Countries Still Growing Fast, Amid Violence in Syria dalam http://www.unhcr.org/502e22779.html , diakses tanggal 1 Maret 2013
Syria Region: Focus on Enrolling Refugee Children in Schools, Iraq Border Crossing Opens at Al Qaem dalam http://www.unhcr.org/505c46759.html , diakses tanggal 3 Maret 2013
Syria: Doubling of Refugees Fleeing to Jordan dalam http://www.unhcr.org/503ca1c99.html , diakses tanggal 4 Maret 2013
UNHCR Further Scaling up Syria Refugee Operations, as Crisis Grows dalam http://www.unhcr.org/50fe86c29.html , diakses tanggal 4 Maret 2013
UNHCR Humanitarian Aid Convoy Reaches Displaced People in Northern Syria dalam http://www.unhcr.org/510b8efb6.html , diakses tanggal 27 Februari 2013
UNHCR, “UNHCR Mandate”, dalam http://www.unhcr.org.mt/index.php/about-us/unhcrmandate , diakses tanggal 27 Februari 2013
UNHCR Operations Scaling up Further in Syria, and Across Region as Refugee Numbers Grow dalam http://www.unhcr.org/5049cd8c9.html , diakses tanggal 5 Maret 2013


[1] Dikutip dari “UNHCR Humanitarian Aid Convoy Reaches Displaced People in Northern Syria dalam http://www.unhcr.org/510b8efb6.html , diakses tanggal 27 Februari 2013.
[2] Dikutip dari UNHCR, “UNHCR Mandate”, dalam http://www.unhcr.org.mt/index.php/about-us/unhcrmandate , diakses tanggal 27 Februari 2013
[3] Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Hubungan Internasional, Bandung, Remaja Rosdakaya, cetakan kedua, 2006, hal. 95.
[4] Dikutip dari “Refugee Outflow Into Neighbouring Countries Still Growing Fast, Amid Violence in Syria” dalam  http://www.unhcr.org/502e22779.html , diakses tanggal 1 Maret 2013
[5] Dikutip dari “Syria Region: Focus on Enrolling Refugee Children in Schools, Iraq Border Crossing Opens at Al Qaem dalam http://www.unhcr.org/505c46759.html , diakses tanggal 3 Maret 2013
[6] Dikutip dari “Syria: Doubling of Refugees Fleeing to Jordan” dalam http://www.unhcr.org/503ca1c99.html , diakses tanggal 4 Maret 2013
[8] Dikutip dari “UNHCR Operations Scaling up Further in Syria, and Across Region as Refugee Numbers Grow” dalam http://www.unhcr.org/5049cd8c9.html , diakses tanggal 5 Maret 2013

[9] Ade Maman Suherman , Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi , Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003, hal. 48.
[10] Dikutip dari “Amid Conflict in Syria, Neighbouring Countries See Rising Numbers of Refugees” dalam http://www.unhcr.org/5024eddf9.html , diakses tanggal 5 Maret 2013

Konflik di Republik Demokratik Kongo (Zaire) Perang Kongo I

0
|
NAMA          :         RIA ROSIANNA S.
NIM                       :         1002045106
MATA KULIAH        :         MANAJEMEN RESOLUSI KONFLIK
KELAS          :         HI REGULER B ‘10
Konflik di Republik Demokratik Kongo (Zaire)
Perang Kongo I
Perang ini berawal dari negara yang bernama Zaire, ketika Perdana Menteri Mobutu mulai kehilangan legitimasi di mata rakyatnya. Mobutu telah memimpin Zaire sejak tahun 1965. Pada awal kepemimpinannya, Mobutu memiliki kiprah politik yang sangat baik. Kepemimpinannya di Zaire saat itu didukung oleh berbagai negara barat, termasuk Amerika Serikat. Namun pada perkembangannya Mobutu mulai menunjukkan sikap yang otoriter dan banyak membuat kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Zaire yang pernah maju saat awal kepemimpinannya berubah menjadi stagnan dan mengalami kemunduran. Desakan-desakan untuk mundur dari kekuasaanya pun mulai berdatangan. Tidak hanya dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri dan bahkan negara sekutu seperti Amerika Serikat. Atas tekanan Barat agar melakukan pembaharuan, Mobutu pada April 1990 melakukan reformasi menuju demokrasi di Zaire, setelah lebih dari dua dasawarsa menerapkan sistem partai tunggal, sistem partai tunggal dihapuskan dan rakyat diijinkan untuk mendirikan partai sendiri, Zaire mulai menganut sistem multipartai.
Akan tetapi tak terlihat perubahan selama enam tahun upaya pro-demokrasi di negeri tersebut. Akibatnya ialah pertentangan menguat dan banyak partai di negeri itu “berkiblat” pada suku atau pemisahan diri. Kondisi ekonomi tidak juga semakin membaik. Hampir semua rakyat Zaire bekerja di sektor informal karena sektor formal tidak dapat memberikan jaminan apapun kepada mereka. Angka PDB Zaire semakin mengalami kemerosotan dan banyak meresahkan masyarakat. Parahnya, Tentara Nasional Zaire, Forces Armees Zairoises sering melakukan penyerangan ke rumah warga dan melakukan perampokan. Kondisi ini terjadi karena para tentara sering tidak menerima gaji dari pemerintah. Zaire mengalami perpecahan dari dalam negeri, rakyat mulai membenci Mobutu yang dianggap sudah tidak mampu lagi untuk mengurus Zaire.
Lebih dari 200 etnis berada di Zaire yang berbicara dengan dialek yang berbeda. Karena itu masalah etnis menjadi persoalan utama di Zaire. Di sebagian wilayah Zaire, penduduk desa –yang hanya terpisah sekitar 50 kilometer– berbicara dengan dialek berbeda dan tak dapat saling memahami. Karena masalah semacam itu lah, perpecahan dan pemberontakan seringkali terjadi.
Konflik pun dimulai ketika kelompok pemberontak dari etnis Banyamulenge / Tutsi Banyamulenge (suku Tutsi Rwanda yang beremigrasi ke Zaire sekitar 200 tahun lalu) melakukan serangan ke desa Lamera, Zaire Timur. Pemberontakan pun mulai terjadi dimana-mana. Lemahnya kekuatan pusat membuat Zaire tidak mampu berbuat apapun menghadapi pemberontakan. Para pengungsi Tutsi-Rwanda yang berada di perbatasan Zaire juga akhirnya bekerjasama untuk menggalang kekuatan dengan nama Aliansi Pasukan Demokratik untuk Pembebasan Kongo (AFDL) yang dipimpin oleh Laurent-Desire Kabila karena merasa berhutang budi terhadap para pemberontak Zaire yang telah melindungi dari serangan Hutu. Tujuan utama dari AFDL ini adalah menggulingkan pemerintahan Mobutu yang dianggap sudah tidak efektif dan cenderung menindas rakyat. Banyak juga tentara nasional Zaire akhirnya bergabung ke AFDL karena adanya pemecatan oleh pemerintah. Melihat AFDL sudah mulai merekrut etnis Tutsi-Rwanda, Mobutu kemudian merekrut Interahamwe, etnis Hutu-Rwanda yang juga mengungsi akibat pertempuran antara Hutu-Tutsi di Rwanda. Konflik yang pada awalnya hanya konflik internal ini pun akhirnya berubah juga menjadi konflik etnis ketika isu keetnisan dimanfaatkan dalam konflik ini.
Perang antar etnis ini langsung menyeret negara sekitarnya yang juga mengalami masalah konflik Hutu-Tutsi seperti Rwanda, Uganda, Burundi, dan Angola. Presiden Rwanda, Paul Kagame yang berasal dari etnis Tutsi langsung memberikan bantuan kepada AFDL, keterlibatan Uganda lebih disebabkan oleh hubungan baik antara Rwanda dengan Uganda, Burundi yang kebetulan dipimpin oleh pemerintahan yang pro-Tutsi, Angola yang memiliki sejarah kelam dengan Mobutu karena pernah membantu UNITA, sebuah kelompok yang ingin memerdekakan diri dari Angola. Dalam perang ini Angola hanya membantu melatih dan mempersenjatai para tentara Zaire yang desersi dari kesatuannya dan mengirimkan mereka kembali ke Zaire untuk membantu menggulingkan Mobutu. Pihak lain yang ikut berperan dalam membantu pemberontakan ini adalah Zambia dan Zimbabwe juga memberikan dukungan militer kepada pemberontak. Demikian pula dengan Eritrea, Ethiopia dan Sudan Selatan yang mendukung pemberontakan melalui bantuan moral dan sumbangan dana.
Sementara itu pihak Mobutu hanya mendapat bantuan dari UNITA. Selain dari UNITA, Mobutu juga mendapat bantuan dari Sudan yang sejak awal memang sudah memiliki hubungan baik dengan Mobutu. Mobutu dikabarkan banyak menyewa tentara bayaran dari Afrika dan Eropa, akan tetapi jumlahnya terlalu sedikit sehingga tidak mampu untuk melakukan perlawanan terhadap pasukan AFDL yang didukung oleh berbagai negara. Pasukan Mobutu yang lemah sejak awal menjadi tidak berdaya ketika bertempur dengan AFDL. Mereka tidak mampu menghadapi perlawanan serius dari AFDL yang dibantu oleh kekuatan asing. Mobutu sendiri langsung melarikan diri ke Maroko, perang pun dimenangi oleh AFDL. Pada tanggal 7 Desember 1997, Laurent Desire Kabila langsung memplokamirkan dirinya sebagai Presiden baru dan mengubah nama Zaire menjadi Republik Demokratik Kongo dan langsung melakukan penertiban di negaranya.

FAKTOR STRUKTURAL
FAKTOR POLITIK
FAKTOR SOSIAL DAN EKONOMI
FAKTOR BUDAYA DAN PRESEPSI
Pemerintah mulai kehilangan legitimasi di mata rakyatnya akibat maraknya korupsi.
Pemerintah menunjukkan sikap yang otoriter dan banyak membuat kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat
Ekonomi Zaire stagnan dan cenderung mengalami kemunduran.
Sejarah konflik etnis Hutu dan Tutsi.
( Jika ada negara yang dikuasai oleh etnis Hutu biasanya akan menindas etnis Tutsi, begitu pula sebaliknya)
Tentara Nasional Zaire, sering melakukan penyerangan ke rumah warga dan melakukan perampokan.
Negara-negara lain terutama Barat pun mulai menyerukan perlu adanya generasi baru pemimpin.
Hampir semua rakyat Zaire bekerja di sektor informal sehingga angka PDB Zaire semakin mengalami kemerosotan.
Banyaknya etnis di Zaire menyebabkan  mereka tak dapat saling memahami.


ANALISIS KONFLIK BERLIAN DI SIERRA LEONE MENGGUNAKAN ANALOGI BAWANG BOMBAY

0
|
NAMA                    :         RIA ROSIANNA S.
NIM                       :         1002045106
MATAKULIAH         :         MANAJEMEN DAN RESOLUSI KONFLIK
KELAS                    :         HI REGULER B ‘10

ANALISIS KONFLIK BERLIAN DI SIERRA LEONE
MENGGUNAKAN ANALOGI BAWANG BOMBAY

Gambar 1 : analogi konflik bawang bombay sebelum terlibatnya pihak eksternal
Dilihat dari gambar analogi bawang bombay diatas, jika diidentifikasi, sebenarnya pihak awal yang berkonflik di Sierra Leone adalah pihak pemerintah yang berkuasa dibantu tentara dengan kelompok oposisi atau pemberontak yang bernama Revolutionary United Front (RUF). Kelompok RUF menyatakan bahwa mereka memberontak atas nama rakyat. Kelompok RUF ingin menggulingkan dan merebut kekuasaan pemerintah yang berkuasa pada saat itu dikarenakan ketidakpuasaan mereka terhadap kinerja pemerintah selama ini dalam menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Pemerintah dianggap serakah karena telah mengeksploitasi sumber daya alam (berlian) Sierra Leone demi kepentingan pribadi tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat. RUF menggulingkan pemerintahan dengan melakukan kekerasan dan pembantaian terhadap masyarakat sipil. Akibatnya banyak masyarakat sipil yang tewas dan mengungsi ke negara tetangga seperti Guinea. Anak-anak diculik, direkrut menjadi tentara RUF, diajarkan cara menggunakan senjata dan dipaksa melakukan tindak kejahatan bersenjata. Bahkan kelompok RUF juga memotong tangan masyarakat sipil agar tidak bisa ikut dalam pemilihan umum, sehingga pemilihan umum tersebut tidak dapat terlaksana. Selain itu RUF memiliki motif lain, yaitu ingin merebut tambang berlian yang selama ini dianggap telah diekspoitasi negara dan hanya dinikmati oleh negara lain. Masyarakat sipil yang diculik pun dipaksa menjadi pendulang berlian. Berlian-berlian itu kemudian diselundupkan oleh tentara bayaran melalui Liberia dan dijual ke negara-negara maju dan ke kartel industri berlian untuk mendapatkan uang atau di barter dengan senjata-senjata untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah. Sementara disisi lain, pemerintah juga tidak ingin melepaskan tambang-tambang berlian kepada RUF namun karena kurangnya kekuatan militer pemerintah maka pemerintah berusaha mempertahankannya dengan cara menyewa tentara bayaran guna menghentikan pemberontakan RUF. Pemerintah memberikan imbalan kepada tentara bayaran berupa konsensi tambang berlian.
Gambar 2 : analogi konflik bawang bombay setelah pihak eksternal terlibat
Dari sini kemudian eskalasi konflik semakin meningkat, ketika banyak pihak-pihak eksternal yang terlibat dalam konflik ini. Pihak-pihak tersebut memiliki kepentingan yang berbeda beda, ada pihak yang berusaha membantu penyelesaian konflik dan ada juga pihak yang berusaha memanfaatkan situasi konflik ini demi mencapai keuntungan sebanyak-banyaknya.
Berlian-berlian yang dijual dan diekspor oleh negara Liberia kepada kartel industri berlian mulai dipertanyakan asalnya. Walau sebenarnya para kartel industry berlian sendiri tidak memperdulikan darimana asal berlian tersebut, yang terpenting adalah mencari keuntungan bahkan dengan cara menimbun berlian-berlian tersebut agar harganya melambung tinggi. Berlian tersebut di ekspor oleh negara Liberia yang tidak memiliki sumber daya alam berlian, hal ini menimbulkan kecurigaan sehingga wartawan mencoba mencari informasi asal berlian tersebut. Namun dikarenakan situasi politik dan kemanan yang tidak mendukung, secara tidak langsung menutup akses wartawan untuk mencari fakta secara leluasa. Atas dasar dugaan bahwa berlian-berlian yang di ekspor melalui Liberia tersebut sebenarnya berasal dari daerah konflik Sierra Leone, kemudian banyak negara-negara maju seperti Inggris (London) yang sepakat untuk melarang ekspor berlian dari daerah-daerah konflik. Dengan menutup kegiatan eksor impor berlian ini diharapkan dapat mengurangi penjualan berlian illegal dan diharapkan hal ini dapat mengurangi eskalasi konflik serta mengusahakan adanya upaya perdamaian dan kestabilan keamanan di wilayah Sierra Leone. Banyaknya masyarakat yang kehilangan tempat tinggal dan keluarganya lalu mengungsi ke negara-negara tetangga, seperti Guinea membuat organisasi internasional seperti PBB melalui program World Food Programme dan UNHCR kemudian memberikan bantuan baik dari segi makanan maupun keamanan sampai konflik di Sierra Leone berakhir.

Disisi lain keberadaan tentara bayaran terus melakukan konspirasi guna mendapatkan keuntungan yang lebih banyak. Disatu pihak, mereka menyatakan membantu pemerintah untuk menghentikan aksi pemberontakan yang dilakukan RUF. Namun dipihak lain, mereka juga ingin mendapatkan keuntungan dari bisnis berlian. Itu sebabnya mereka juga membantu RUF untuk memasok senjata-senjata dari luar yang dibarter dengan berlian. Konspirasi yang dimaksudkan disini adalah dengan terus memasok senjata-senjata untuk RUF maka perlawanan dan pemberontakan dapat terus terjadi. Sehingga pemerintah terus meminta bantuan dari tentara bayaran. Sehingga tentara bayaran tentunya tidak hanya mendapatkan keuntungan tambang berlian dari pemerintah saja, tetapi juga mendapatkan keuntungan  dari berlian-berlian hasil memasok senjata ke RUF. Keberadaan tentara bayaran inilah yang kemudian semakin memperparah dan memperpanjang konflik di daerah Sierra Leone.

UTS SPWP

0
|
NAMA             :      RIA ROSIANNA S
NIM                :      1002045106
MATAKULIAH :       STUDI PEMBANGUNAN WILAYAH PERBATASAN
KELAS            :        HI REGULER B 2010

1)        Buatlah rencana program pengembangan kawasan perbatasan antar negara (secara umum) !

·       Menyediakan infrastruktur guna memudahkan pembangunan dan pengembangan wilayah perbatasan antar negara
·       Membangun sarana dan prasarana umum yang layak dan memadai seperti jalan, angkutan perhubungan darat dan laut, sekolah, puskesmas atau rumah sakit, rumah ibadah, sarana pembangkit listrik, sarana komunikasi, pasar dan perbankan.
·       Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
·       Melestarikan, mengembangkan dan meningkatkan potensi-potensi sumber daya alam yang berada di wilayah perbatasan.
·       Mengoptimalkan kerjasama pembangunan antar negara di bidang keamanan, sosial dan ekonomi.
·       Mempertegas garis-garis batas antar negara.
·       Membuat pos-pos lintas batas yang dijaga ketat oleh petugas yang selalu siaga demi mengurangi pelaggaran-pelanggaran hukum dan menciptakan ketertiban serta penegakan hukum di wilayah-wilayah perbatasan.
·       Menciptakan sebuah lembaga yang mampu mengelola pengembangan wilayah perbatasan secara seimbang baik dari sisi kesejahteraan maupun keamanan.

2)        Buatlah identifikasi permasalahan wilayah perbatasan yang saudara anggap penting untuk dibangun, lengkap dengan program pembangunan yang harus diimplementasikan!

PULAU MIANGAS

Letak geografis Pulau Miangas adalah pada 5° 34' 02'' LU  dan 126° 34' 54'' BT terdapat TD No. 056 dan TR No. 056.  Miangas lebih dekat dengan Filipina ketimbang dengan wilayah Indonesia lainnya. Jarak antara Miangas dengan Santa Agustin atau General Santos Mindanao Filipina Selatan dapat ditempuh dalam waktu 2 hingga 3 jam. Sementara jarak Miangas dengan Melonguane, ibu kota Kabupaten Talaud, sekitar 90 mil.  Pelayaran dari Miangas  ke Manado, sejauh 275 milih bisa memakan waktu sampai dua hari. Bagi masyarakat Talaud, pulau Miangas juga disebut Tinonda. Pulau ini letaknya terpencil di tepi samudera Pasific dan berhadapan langsung dengan pulau Mindanao Filipina. Luasnya, hanya sekitar 3,5 kilometer persegi.
Untuk bisa ke Miangas, kapal Pelni dari Pelabuhan Bitung Menado tersedia dua minggu sekali. Kalau cuaca bagus bisa ditempuh 20 jam, tapi kalau gelombang  besar, biasanya kapal urung merapat ke pulau tersebut. Pulau ini juga lebih dekat ke Mindanao, Filipina. Warga Miangas hanya membutuhkan waktu dua hingga tiga jam perjalanan dengan pamboat ke Santa Agustien atau General Santos. Bandingkan dengan jarak Miangas ke Melonguane, ibu kota Kabupaten Talaud, sekitar 90 mil. Untuk ke Manado, warga Miangas akan  menempuh waktu sampai dua hari karena jaraknya mencapai 275 mil. Masyarakat lebih lebih mudah dan murah membeli barang kebutuhan dari wilayah Filipina. Uang yang mereka pergunakan umumnya adalah peso. Uang peso dibelanjakan warga Miangas untuk membeli kebutuhan sehari-hari di daerah General Santos.Beras dan gula pasir relatif lebih murah dibeli di Filipina ketimbang membeli di Melonguane atau Manado karena mereka juga mempertimbangkan risiko dan biaya  perjalanan. Jalur niaga yang terbuka di antara pulau-pulau di perbatasan tersebut justru memberi peluang pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat meski  dalam skala kecil. Awalnya perdagangan di sana dilakukan secara barter, tukar-menukar barang. Akan tetapi, barter hasil bumi masyarakat Miangas sangat tergantung dengan harga komoditas perkebunan pasar internasional. Perdagangan barter kerap timpang dan merugikan warga Miangas. Ketika kopra melimpah, harganya justru turun saat dijual ke Filipina. Warga sangat kesulitan  manakala hasil bumi tidak bisa dijual karena kondisi laut mengganas.
              
Pulau Miangas menarik perhatian banyak kalangan. Pasalnya, pulau tersebut kerap diklaim oleh Filiphina, dan mereka menyebutnya “Las Palmas.” Ditilik dari aspek pendudukan efektif, sebenarnya sudah tidak ada masalah pemerintahan Indonesia sudah lama berjalan. Namun, dalam aspek ekonomi dan keamanan tampak masih perlu perhatian karena terdapat potensi kerawanan yang patut dicermati. Letak pulau Miangas yang jauh terpencil memang bisa saja dimanfaatkan oleh pihak tertentu melakukan kejahatan lintas negara seperti .penyelundupan senjata dan narkoba, pencurian ikan dan kekayaan alam laut, minuman keras, dan sebagainya. Tak tertutup kemungkinan di wilayah perairan perbatasan Miangas dijadikan jalur lintas batas para teroris, tanpa terdeteksi oleh pos keamanan lintas batas di Pulau Miangas.
Untuk mendeteksi kegiatan kejahatan antarnegara yang mau menyusup ke kawasan  perairan laut perbatasan NKRI di bagian utara di Pulau Miangas tidak mudah. Sekalipun sudah terdapat beberapa pos penjagaan keamanan dari TNI AL, TNI AD, dan Polri. Tapi dengan kondisi sarana penunjang infrastruktur keamanan yang masih tergolong pas-pasan, sangat sulit menghalau perlakuan kejahatan antarnegara. Peralatan TNI dan Polri yang disiagakan di Pulau Miangas, saat ini  sangat tidak sebanding dengan luas wilayah yang harus dijaga dan diamankan. Dengan kondisi ekonomi buruk, miskin, fasilitas kesehatan kurang menunjang, dan sarana pendidikan serba pas-pasan, mustahil warga Miangas dapat menjadi penjaga perbatasan.
Cukup lama pulau ini dibiarkan tidak terawat, dan 80 persen masyarakatnya berstatus miskin. Sebenarnya jika dikelola dengan baik, pulau ini memiliki potensi menguntungkan bagi masyarakat setempat. Miangas sangat indah dan menawan. Air lautnya jernih hingga menembus ke dasar laut, pantai pasir  putihnya landai dan sangat bersih. Sudah saatnya Miangas ditata sebagai beranda depan Indonesia di bagian utara.

PROGRAM PEMBANGUNAN YANG HARUS DIIMPLEMENTASIKAN
·       Pertama, yang harus dilakukan adalah meningkatkan kesiagaan petugas-petugas di pos-pos penjagaan perbatasan untuk mengurangi dan mengehntikan kejahatan lintas negara terutama llegal fishing yang selama ini kerap dilakukan oleh nelayan-nelayan dari Filiphina. Kesiagaan petugas ini harus dilengkapi dengan kelengkapan alat dan senjata guna mempertahankan keamanan masyarakat dan Pulau Miangas.
·       Kedua, membuat sarana perhubungan bagi masyarakat di Pulau Miangas, sehingga masyarakat dapat melakukan kegiatan dan transaksi ekonomi dengan mudah ke wilayah-wilayah di Indonesia tanpa harus menuju Mindanao, Filiphina.
·       Ketiga, membangun pusat-pusat pertumbuhan seperti pasar dan perbankan, sehingga masyarakat Pulau Miangas dapat membeli kebutuhan hidup mereka dengan harga yang cukup terjangkau dan mengurangi resiko perjalanan jika membeli kebutuhan di Filiphina.
·       Membangun saran dan prasarana lain yang dapat meningkatkan kualitas dan kesejahteraan masyarakat Pulau Miangas seperti pembangunan sekolah, puskesmas atau rumah sakit, infrastruktur jalan, sarana tenaga listrik dan sarana komunikasi.

3. Apa kendala yang dihadapi sehingga pembangunan wilayah perbatasan di Indonesia tidak berjalan maksimal?
·       Kebijakan pemerintah Indonesia yang belum berpihak pada pembangunan wilayah perbatasan sehingga Indonesia tidak memiliki strategi nasional pembangunan wilayah perbatasan.
·       Adanya oknum-oknum yang berprilaku buruk sehingga pelanggaran-pelangaran di wilayah perbatasan terhambat.
·       Adanya perspektif (mindset) yang memposisikan dan menganggap bahwa wilayah perbatasan hanya sebagai halaman belakang yang berakibat pada kesenjangan pembangunan, baik kesenjangan pembangunan wilayah perbatasan dengan wilayah perkotaan maupun kesenjangan pembangunan wilayah perbatasan Indonesia dengan wilayah perbatasan negara tetangga.
·       Sarana dan prasarana yang minim di wilayah perbatasan yang berakibat pada rendahnya kualitas sumber daya alam ( kemiskinan, keterbelakangan, terisolasi )
·       Belum diselesaikannya dan disepakatinya gars-garis batas dengan negara tetangga secara menyeluruh.
·       Penyebaran penduduk yang tidak merata membuat pemerintah sulit mengadakan pembangunan yang berpusat di salah satu wilayah yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat perbatasan.
·       Kuarangnya kesiagaan petugas di pos-pos lintas batas yang menyebabkan masih banyak terjadi pelanggaran hukum seperti illegal fishing dan illegal logging.

·       Belum adanya kelembagaan yang khusus mengelola wilayah-wilayah perbatasan.
 

Copyright © 2010 Every Step That I Take Along With God Blogger Template by Dzignine