Nama : Ria
Rosianna Simbolon
NIM : 1002045106
Prodi : Hubungan
Internasional ‘10
Kelas : Reguler
B
Soal
Buat sebuah uraian dan
analisis disertai dengan contoh yang mendeskripsikan tentang perbandingan dalam
sistem politik dengan menggunakan teori perbandingan politik sebagai pendekatan
dalam melakukan perbandingan sistem politik.
1.
Teori sistem
2.
Teori budaya
3.
Teori kelas
4.
Teori pembangunan
Jawaban
Teori
Perbandingan Politik adalah teori-teori yang dipakai sebagai sebuah upaya untuk
membandingkan segala bentuk kegiatan politik dan mempelajari sistem politik
berbagai negara untuk mengetahui
keunggulan serta kelemahan masing-masing sistem politik tersebut. Teori-teori
yang dapat digunakan untuk mendukung dalam menganalisis perbandingan politik
tersebut diantaranya adalah :
Teori Sistem, seperti apa yang diutarakan
David Easton di dalam bukunya “The Political System”, yang memuat mengenai
konsep input dan output politik, tuntutan dan dukungan serta umpan-balik
terhadap keseluruhan sistem yang saling berhubungan.
Teori
Budaya, berangkat dari karya tradisional tentang budaya dalam dunia antopologi,
studi sosialisasi dan kelompok-kelompok kecil dalam sosiologi; serta konsep
kebudayaan yang dikaitkan dengan konsep negara dan budaya-budaya nasional.
Teori Kelas/Elit, Teori ini menjelaskan seputar kelompok penguasa (elit politik) dalam suatu sistem
politik.
Teori
Pembangunan adalah serangkaian konsep pembangunan yang berusaha menyelesaikan
masalah yang dihadapi oleh negara-negara miskin/berkembang dalam dunia yang
didominasi oleh kekuatan ekonomi, ilmu pengetahuan maupun kekuatan militer
negara-negara adikuasa . kemunculan negara di dunia ketiga mendorong kemunculan
teori ini, yang tercurahkan pada wawasan keterbelakangan dan potensi untuk
memajukan diri untuk tumbuh dan berkembang menjadi sebuah bangsa, yang kesemua
terkait dalam pola modernisasi politik.
Analisis
Kasus Sebagai Contoh
Perbandingan
Politik antara Amerika Serikat dan Thailand
Sistem
Politik Amerika Serikat
Sistem
Politik di Amerika Serikat yaitu federal republik konstitusional, dimana
Pemerintah federal Amerika Serikat didirikan melalui sebuah konstitusi dan terdiri
dari tiga lembaga kekuasaan yaitu :
•
Legislative : Kekuasaan eksekutif ini terdiri dari Senat dan HoR (House of
Representative) atau yang biasa kita sebut DPR, yang mempunyai tugas untuk membuat
undang-undang federal , mengumumkan masalah perang, menyetujui perjanjian, dan memiliki
kekuatan impeachment yang dapat digunakan untuk menghapus kedudukan anggota
pemerintah.
•
Eksekutif : Kekuasaan Eksekutif dipimpin oleh Presiden dan bersifat independen
atau bebas dari campur tangan legislatif. Presiden juga berperan sebagai
panglima tertinggi militer, sehingga dapat memveto, dan menunjuk anggota
kabinet (tunduk pada persetujuan Senat) dan pejabat lain, yang mengatur dan
menegakkan hukum federal dan kebijakan.
•
Yudisial : Kekuasaan Yudisial, terdiri dari Mahkamah Agung dan
pengadilan-pengadilan federal yang lebih rendah, yang mempunyai fungsi untuk
menafsirkan Konstitusi Amerika Serikat dan undang-undang federal, serta
menyelesaikan sengketa antara lembaga eksekutif dan legislatif. Hakim diangkat langsung
oleh Presiden melalui persetujuan dari Senat.
Globalisasi
di Amerika Serikat tak hanya menuntut peningkatan peran sektor swasta, tetapi
juga menuntut sektor publik untuk memperbaiki kinerjanya dalam rangka melayani
kebutuhan yang berkenaan dengan
orientasi birokrasi yang lebih melihat ke pasar, yang nantinya diharapkan pada keputusan
yang didasarkan pada analisis logis dan melihat secara jeli implikasi dari
kebijakan pro-pasar untuk legitimasi birokrasi publik, moralitas, dan motivasi
pegawai negeri, serta mempertimbangkan manfaat dan kerugiannya bagi penduduk.
Untuk itu,pembuat kebijakan mempertimbangkan perbedaan mendasar antara sektor
publik dan sektor swasta dalam hal tujuan, struktur, norma-norma, meneliti
secara kritis pelaksanaan ekonomi, sosial, dan keuntungan serta kerugian
administrasi dalam transisi birokrasi, mengidentifikasi siapa saja yang
diuntungkan dan siapa yang tidak diuntungkan dari perubahan birokrasi.
Komunikasi
politik
Di
bandingkan dengan negara-negara lain, komunikasi politik di Amerika Serikat
terbilang cukup baik karena di sana kesadaran masyarakat untuk mendapatkan
pendidikan dan pengetahuan tentang politik sangat tinggi,sehingga proses
komunikasi anatara masayarakat dan pemerintah berjalan dengan lancar.
Rekrutmen
Politik
Rekrutmen
Politik di Amerika Serikat di lakukan dengan sangat demokratis. Proses
rekrutmen di lakukan dengan cara pemilihan umum yang di ikuti oleh semua warga
Amerika Serikat. Warga a Amerika Serikat berhak mencalonkan diri sebagai
pemimpin dengan mengikuti ketentuan yang berlaku.
Partai
politik
Sejak
1790-an, negara ini telah dijalankan oleh dua partai besar yaitu Partai
Demokrat dan Partai Republik. Amerika Serikat tidak memiliki sistem
parlementer, di mana pemerintahan koalisi terbentuk setelah pemilu, sehingga
koalisi terbentuk sebelum pemilu di bawah payung organisasi partai. Dengan
tidak adanya sistem parlemen tersebut menyebabkan pihak ketiga tidak dapat
berkembang. Mereka cenderung menjadi sarana untuk melakukan advokasi kebijakan
yang akhirnya diadopsi oleh dua partai politik besar.
2.
sosialisasi politik
di
Negara amerika serikat sisialisasi politik yang sangat berpengaruh besar adalah
sekolah Sekolah. sekolah menempati posisi penting sebagai agen sosialisasi politik.
Sekolah merupakan secondary group. Di sekolahlah mereka mengetahui lagu
kebangsaan, dasar negara, pemerintah yang ada, dari sekolah. Oleh sebab itu,
sistem pendidikan nasional selalu tidak terlepas dari pantauan negara oleh
sebab peran pentingnya ini. Selain sekolah yang berperan besar dalam
sosialisasi politik di amerika serikat adalah Media Massa. Media massa
merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Tidak perlu disebutkan lagi
pengaruh media massa terhadap seorang individu. Berita-berita yang dikemas
dalam media audio visual (televisi), surat kabat cetak, internet, ataupun
radio, yang berisikan perilaku pemerintah ataupun partai politik banyak
mempengaruhi mereka. Meskipun tidak memiliki kedalaman, tetapi media massa
mampun menyita perhatian individu oleh sebab sifatnya yang terkadang menarik
atau cenderung ‘berlebihan.
Sistem
Politik di Thailand
Sistem pemerintahan Thailand
adalah Sistem Parlementer. Bentuk pemerintahannya adalah Monarki Konstitusional. Kepala
negara dipimpin oleh Raja dan Kepala pemerintahan dipimpin Perdana Menteri,
yang dilantik Raja dari anggota-anggota parlemen dan biasanya adalah pemimpin
partai mayoritas.
Sebagai Kepala Negara, Raja
melaksanakan kekuasaan legislatifnya melalui parlemen, kekuasaan eksekutifnya
melalui kabinet, kekuasaan yudisial melalui pengadilan Kerajaan memiliki hak untuk
mendukung dan hak untuk memperingatkan pemerintah apabila pemerintah tidak
menjalankan urusan negara atas nama kebaikan rakyat.
Lembaga eksekutif dipimpin oleh
Perdana Menteri (sejak amandemen konstitusi 1992 harus anggota parlemen).
Badan legislatif Thailand adalah
bikameral. Parlemen
Thailand yang menggunakan sistem dua kamar dinamakan Majelis Nasional atau
Rathasapha, yang terdiri dari Dewan Perwakilan (Sapha Phuthaen Ratsadon) yang
beranggotakan 480 orang dan Senat (Wuthisapha) yang beranggotakan 150 orang.
Anggota Dewan Perwakilan menjalani masa bakti selama empat tahun, sementara
para senator menjalani masa bakti selama enam tahun.
Badan kehakiman tertinggi
adalah Mahkamah Agung (Sandika), yang jaksanya dilantik oleh raja.
Birokrasi
di Thailand berperan untuk memfasilitasi kebijakan pro-pasar seperti
privatisasi dan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan sektor swasta seperti
business licensing, perdagangan internasional, dan pengawasan fiskal. Perubahan
birokrasi di Thailand belakangan ini juga lebih menempatkan dirinya sebagai
katalisator untuk memfasilitasi aktivitas ekonomi yang civil service-nya
berperan sebagai pendukung dan bukannya pemimpin. Hal ini dengan jelas
menunjukkan bahwa perubahan birokrasi itu menekankan perlunya keterbukaan
struktural untuk memungkinkan terjadinya pertukaran gagasan dan perubahan
inovasi, antara lain karena stabilitas politik dan kerja sama yang baik antara
birokrasi dan pemimpin politik.
sosialisasi
politik
Di
Thailand agen sosialisasi politik yang paling berperan besar adalah keluarga.
Keluarga merupakan primary group dan agen sosialisasi utama yang membentuk karakter
politik individu sebab mereka adalah lembaga sosial yang paling dekat. Peran
ayah, ibu, saudara, memberi pengaruh yang tidak kecil terhadap pandangan
politik satu individu.
komunikasi
politik
komunikasi
politik di Negara Thailand berjalan kurang lancar, banyaknya kudeta dan
demonstrasi menunjukkan bahwasanya masyarakat Thailand kurang puas terhadap
kinerja para pejabat pemerintahan, ini di sebabkan kurangnya pemahaman
masyarakat terhadap kebijakan yang di keluarkan oleh pemeritah atau kurangnya
sosialisasi yang di lakukan oleh pemerintah.
rekrutmen
politik
Di
Thailand rekrutmen politik cenderung menganut KKN, penyeleksian pejabat Negara
cenderung nepotisme, para pejabat kebanyakan di kuasai oleh saudara raja,
perdana mentri dan para pejabat tinggi Negara. Kuragnya demokratisasi inilah
yang menyebabkan masyarakat marah dan banyak melakukan dudeta dan demonsrtasi,
mereka merasa tidak puas dengan hasil kerja para pejabat Negara.
Partai
Politik
Thailand
menganut sistem multi partai. Pemilu pertama (1997) dilangsungkan di bawah
“Konstitusi Rakyat”; pemerintahan koalisi.Pemilu 2005, Partai TRT memperoleh
377 kursi (dr 500 kursi di Majelis Rendah), menjadikannya “pemerintahan satu
partai”.
Budaya
Politik Amerika Serikat
Masyarakat
Amerika Serikat cenderung menganut budaya politik partisipan yang merupakan budaya
politik yang lebih tinggi tingkatannya ketimbang subyek. Di Amerika Serikat
individu mengerti bahwa mereka adalah warga negara yang mempunyai hak dan
kewajiban. Termasuk hak dan kewajiban berpartisipasi dalam politik. Dalam
budaya politik partisipan sendiri, masyarakat merasa bahwa hingga tingkatan
tertentu mereka dapat mempengaruhi jalannya perpolitikan negara. Mereka pun
merasa bebas dan mampu mendirikan organisasi politik baik untuk memprotes
ataupun mendukung pemerintah. Mereka pun banyak bergabung ke dalam organisasi
sukarela baik bersifat politik maupun tidak.
Budaya
Politik di Thailand
Masyarakat
di Thailand cenderung menganut budaya subjektif, dimana individu merasa bahwa
mereka adalah bagian dari warga suatu negara. Individu yang berbudaya politik
subyek juga memberi perhatian yang cukup atas politik akan tetapi sifatnya
pasif. Mereka mengikuti perkembangan politik tetapi tidak terjun langsung dalam
partisipasi politik, yang berarti, secara emosional mereka tidak merasa
terlibat dengan negara mereka. Saat membicarakan masalah politik, cenderung ada
perasaan tidak nyaman dikarenakan mereka tidak mempercayai orang lain begitu
saja. Di satu sisi, saat mereka berhadapan langsung dengan institusi negara
merasa lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Model
Kelas/Elit Politik Amerika Serikat
Model Kontemporer : Radical Elitism
Pada model klasik sebelumnya, massa selalu dianggap sebagai mereka
yang tidak memiliki kapabilitas untuk menjalankan pemerintahan. Radical
elitismmelihat “what must be” tapi pada “what is”. Elit tidak lagi dilihat pada
sesuatu yang tidak dapat dihindarkan seperti pada pendekatan klasik, tapi lebih
pada apa yang bisa dilihat sekarang di Amerika Serikat dan negara-negara
industrial lainnya. Menekankan pada kendali yang dimiliki elit atas berbagai
sumber utama kekuasaan untuk memperoleh kemakmuran dan otoritas memerintah yang
lebih besar termasuk menguasai sistem komunikasi masyarakat.
Yang terakhir sehingga elit mampu memanipulasi opini publik seperti apa
yang mereka inginkan. Regenerasi elit bisa terjadi dengan proses rekruitmen
dari kelas yang lebih bawah. Namun, ketika sudah berada di level elit, rekruit
baru ini harus beradaptasi dengan sistem dan budaya elit. Amerika Serikat di
pertengahan abad 21 dikuasi oleh elit-elit yang cukup kohesif. Mereka berasal
dari kelompok bisnis, pemimpin militer, dan pejabatpemerintahan.
Model
Kelas/Elit Politik di Thailand
Model Hukum Besi Oligarchy--Robert Michels
Semua jenis organisasi
pemerintahan baik itu demokratik maupun otokrasi secara perlahan dan pasti akan
membentuk oligarki, dikarenakan :
1. Adanya
kecenderungan kelompok, atau pemimpin kelompok untuk mempertahankan
kepentingan Elite dan cenderung untuk menggunakan segala macam upaya dan memanfaatkan
apa yang mereka miliki untuk mempertahankan kepentingan dan kekuasaannya.
2. Kebutuhan akan
leadership tak terelakkan
3. Pemimpin yang pasif
4. Penghormatan pada sang pemimpin
Bahkan di sistem
demokrasi yang secara harfiah berarti “pemerintahan oleh yang banyak” (Demos,
Kratein), menurut Michels, oligarki tidak bisa dihindarkan.Ini karena struktur
organisasi yang kompleks membuat “yang banyak” atau“massa” tidak mungkin
menjalankan pemerintahan.
Di
Thailand terlihat bahwa kekuasaan dipegang oleh elite sipil atau militer dan
sering mengandalkan mentalitas dan nilai-nilai masyarakat untuk memperkaya diri
di tengaha kemiskinan rakya dan menindas usaha demokratisasi dengan tangan
besi. Sekalipun negara bertindak demi kepentingan rakyat tetapi tindakan ini
pun diambil demi kepentingan kelas atas.
Pembangunan
di Amerika Serikat
Sebagai
negara maju, Amerika Serikat terlihat tidak lagi berorientasi pada pembangunan
domestik negaranya, tetapi lebih kepada menjalankan kepentingannya terhadap
proses modernisasi/pembangunan di negara kurang maju. Dalam menjalankan
kepentingannya, Amerika Serikat memberikan bantuan kepada banyak negara
berkembang, baik berupa dana maupun
tekhnologi. Bantuan yang diberikan biasanya hanya diberikan bila Amerika
Serikat memiliki kepentingan tertentu pada negara tersebut.
Pembangunan
di Thailand
Keberhasilan perbaikan ekonomi Thailand
dalam mewujudkan struktur ekonomi yang stabil dipengaruhi oleh dual
track strategy yang dicanangkan pemerintah. Strategi
pertama adalah mengembalikkan pertumbuhan ekonomi untuk memulihkan
kesejahteraan. Strategi kedua adalah menciptakan stabilitas dan sustainbilitas
pertumbuhan ekonomi
Namun,
dibalik kesuksesan bangkitnya ekonomi Thailand dari keterpurukkan krisis
ekonomi yang melanda Negara itu, Thailand merupakan suatu Negara yang sering
terjadi konflik internal yang sangat mencekam. Situasi ini sangat
dikhawatirkan pemerintah Thailand saat itu karena ditakutkan investor – i
nvestor asing tersebut menarik semua investasinya dari Thailand yang
diakibatkan sering terjadinya konflik internal. namun
konflik – konflik tersebut justru tidak mengganggu kebangkitan kembali
perekonomian Thailand yang sedang bangkit dari krisis ekonomi. Hal ini
terbukti, dengan Thailand menjadi ladang penanaman saham bagi para pemegang
saham. Investasi langsung asing di Thailand telah mengambil pada beberapa tahun
terakhir dengan munculnya sejumlah perusahaan internasional di negara Asia
Tenggara.
Dan perekenomian Thailand saat itu meruapakan
pertumbuhan ekonomi yang paling pesat seAsia Tenggara.
Bila dikaitkan konflik yang ada di Thailand
tidak mempengaruhi perkembangan perekonomian Thailand dari tahun 1997 samapai
dengan 2007 dengan teori – teori pembangunan, dalam hal ini, teori yang
dipakai untuk menganalisis itu semua, awalnya kami memakai teori
dependensi. Yang dimana tahiland sangat bergantung dengan Jepang dalam
membangun perekonomiannya.
0 comment:
Posting Komentar
give me a positive comment :)