STRATEGI PEMASARAN PRODUK KAYU LAPIS (PLYWOOD) INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

| Minggu, 27 Oktober 2013
STRATEGI PEMASARAN PRODUK KAYU LAPIS (PLYWOOD) INDONESIA
DI PASAR INTERNASIONAL

                                                                                                                                                         I.            PENDAHULUAN

A.            TEORI KEUNGGULAN KOMPARATIF (DAVID RICARDO)
Teori keunggulan komparatif merupakan teori yang dikemukakan oleh David Ricardo dalam bukunya yang berjudul “Principles of Political Economy and Taxation” tahun 1817. Ia berpendapat bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara lainnya. Menurut teori ini setiap negara akan cenderung untuk melakukan spesialisasi dan mengekspor barang-barang produksinya yang memiliki keunggulan komparatif. Konsep keunggulan komparatif merupakan konsep yang lebih realistik dan banyak terdapat dalam bisnis Internasional. Yaitu suatu keadaan di mana suatu negara memiliki kemampuan/keunggulan yang lebih tinggi untuk menawarkan produk tersebut dibandingkan dengan negara lain. Kemampuan yang lebih tinggi dalam menawarkan suatu produk itu dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk yaitu :
a. Ongkos atau harga penawaran yang lebih rendah.
b. Mutu yang lebih unggul meskipun harganya lebih mahal.
c. Kontinuitas penyediaan (Supply) yang lebih baik.
d. Stabilitas hubungan bisnis maupun politik yang baik.
e. Tersedianya fasilitas penunjang yang lebih baik misalnya fasilitas latihan maupun transportasi.
Contohnya Jepang dan Amerika Serikat memiliki keunggulan komparatif dalam penguasaan teknologi canggih, sebaliknya Indonesia dan Vietnam memiliki keunggulan komparatif dalam upah kerja yang relatif jauh lebih murah. Perusahaan-perusahaan Jepang dan Amerika Serikat lebih cocok jika berusaha di industri pada modal (misalnya industri otomotif, industri barang-barang elektronik, dan sebagainya). Sementara itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia dan Vietnam akan lebih tepat jika berusaha di industri padat karya (misalnya industri sepatu, tekstil, garmen, dan sebagainya).
                                                                                                                                                          II.            PEMBAHASAN

A.            POSISI PASAR PRODUK PERKAYUAN INDONESIA
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keragaman hayati yang tinggi. Salah satu hasil hutan yang sangat penting adalah kayu dengan sekitar 4000 jenis kayu yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. Industri pengolahan kayu merupakan barometer peningkatan perekonomian nasional dan faktor kunci dalam upaya peningkatan penerimaan negara dari sektor kehutanan. Berbagai fasilitas dan kemudahan diprioritaskan untuk mendorong tercapainya tujuan menjadikan industri pengolahan kayu sebagai primadona contributor riil sektor non migas terhadap pembangunan ekonomi nasional.
Tim kerja sama pendataan antara Departemen Kehutanan dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan pada tahun 2004 melaporkan bahwa jumlah Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) mencapai 1,540 unit, dengan kebutuhan kayu diperkirakan 63,48 juta m3 pertahun.
Kebutuhan terhadap sumber daya hutan semakin meningkat seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Peningkatan ini terjadi akibat kenaikan permintaan hasil hutan sebagai bahan baku kayu olahan seperti kayu perkakas, kayu bakar, dan kayu olahan lainnya. Karena itu investasi kayu merupakan salah satu peluang usaha yang cukup baik. Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya hutan yang beraneka ragam, yakni hingga 4000 jenis kayu. Sebanyak 259 jenis kayu sudah dikenal di dalam perdagangan dan diklompokkan menjadi 120 jenis kayu perdagangan.
Permintaan pasar dari luar negeri terhadap kayu olahan terus meningkat setiap tahun. Ekspor produksi kayu olahan pada tiga bulan pertama tahun 2010 mencapai 3,15 juta meter kubik. Sementara itu, permintaan ekspor kayu olahan tahun lalu pada periode yang sama hanya sebesar 230.000 meter kubik. Selain di luar negeri, industri kayu olahan juga terdapat di dalam negeri. Adanya industri kayu olahan ini dapat menyerap tenaga kerja dan menciptakan peluang kerja. Umumnya, perusahaan yang bergerak di sektor kayu olahan adalah perusahaan skala kecil dan menengah. Karakteristik industri perkayuan nasional yang berorientasi pasar ekspor 80-90 % dari volume produksi nasional, mengakibatkan industri kayu olahan menjadi sumber penghasil devisa untuk produk kayu Indonesia.
Tabel berikut, menyajikan besarnya pangsa pasar relatif dan pertumbuhan kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis, wood furniture serta pulp & kertas.
Jenis Produk
Relatif Market Share*)
Pertumbuhan**) ( % )
Kayu Bulat
0,785
6,07
Kayu Gergajian
0,397
-0,09
Kayu Lapis
2,291
3,04
Wood Furniture
0,610
39,53
Pulp dan Kertas
>>> 
7,10
Tabel 1. Pangsa Pasar Relatif dan Pertumbuhan Pasar Produk Perkayuan Indonesia.
*) Perbandingan pangsa pasar, relatif terhadap kompetitor utama (Malaysia)
**) Pertumbuhan didekati dari pertumbuhan total produksi
Gambar di bawah ini mendeskripsikan secara jelas, posisi masing-masing produk di dalam pasar internasional berdasarkan matriks Boston.
Keterangan :
Kuadran I = Posisi Bintang ("STAR")
Kuadran II = Posisi Tanda Tanya ("QUESTION MARK")
Kuadran III = Posisi Penghasil Uang ("CASH COW ")
Kuadran IV = Posisi Lemah ("DOG")
1.     Pertumbuhan Pasar Tinggi, Pangsa Pasar Relatif Tinggi (Star)
Produk Perkayuan Indonesia pada pasar internasional yang berada dalam posisi bintang (star) adalah Pulp dan Kertas (PK). Secara teoritis, produk yang berada dalam posisi bintang dapat menikmati keuntungan besar karena mempunyai pangsa pasar relatif besar di satu sisi, didukung oleh potensi pertumbuhan pasar yang cukup tinggi di sisi lain. Dengan perencanaan pemasaran yang tepat, keuntungan dapat terus meningkat seiring dengan pertumbuhan pasar produk tersebut. Disamping peningkatan keuntungan yang mungkin diperoleh, posisi ini juga mempunyai konsekuensi penggarapan pasar secara lebih serius, mengingat kemungkinan banyaknya kompetitor baru akan memasuki pasar produk pulp dan kertas. Hal ini terjadi karena dirangsang oleh pertumbuhan pasar yang masih menjanjikan dan tentunya menjanjikan keuntungan yang tinggi pula.
2.     Pertumbuhan Pasar Tinggi, Pangsa Pasar Relatif Rendah (Question Mark)
Sebagaimana terlihat dalam matriks Boston diatas, produk yang berada pada kuadran II adalah Wood Furniture (WF) dan Kayu Bulat (KB). Produk-produk yang berada pada kuadran II biasa disimbolkan dengan Tanda Tanya, artinya posisi produk tersebut dalam peta kompetisi relatif lemah, meskipun bukan berarti tidak mungkin untuk dikembangkan. Pada umumnya posisi bintang ditempati oleh pemain baru dalam pasar yang masih mempunyai pangsa pasar terbatas, atau pemain lama yang mengkonsentrasikan diri dalam ceruk pasar sebagai market nicher. Di dalam pasar, pangsa pasar relatif Wood Furniture hanya 0.61 kali dari pangsa pasar kompetitor, oleh karena itu Wood Furniture tidak mungkin berbuat banyak dalam mengendalikan pasar (harga maupun pasokan). Untuk dapat bergeser ke posisi bintang, Wood Furniture harus meningkatkan volume ekspornya diatas ekspor kompetitor. Apabila peningkatan volume ekspor sulit dilakukan, strategi yang paling rasional adalah mencoba bermain pada ceruk pasar yang spesifik (market nicher). Untuk bisa berperan optimum dalam ceruk pasar yang spesifik, terlebih dahulu harus dikenali karakteristik unik dari produk wood furniture Indonesia serta karakter dari ceruk pasar yang dibidik. Kayu Bulat juga berada dalam posisi Tanda Tanya dalam matriks Boston. Namun, berbeda dengan kasus pada wood furniture rendahnya pangsa pasar kayu bulat Indonesia di pasar internasional sama sekali bukan disebabkan oleh kecilnya produksi kayu bulat Indonesia, melainkan lebih dari dampak kebijakan larangan ekspor log serta pemenuhan industri kayu olahan dalam negeri.
3.     Pertumbuhan Pasar Rendah, Pangsa Pasar Relatif Tinggi (Cash Cow)
Produk yang berada dalam kuadran III (posisi penghasil uang) adalah Kayu Lapis (KL). Produk yang berada dalam posisi penghasil uang ("CASH COW") tidak selalu berarti sebagai penghasil uang terbesar, meskipun dalam kasus Kayu Lapis ini Indonesia memperoleh devisa yang cukup besar dibandingkan komoditas perkayuan lainnya. Di dalam ilmu pemasaran, sebenarnya posisi cash cow hanya menggambarkan tingkat penguasaan produk terhadap pasar dan dominasinya terhadap kompetitor. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa Kayu Lapis mempunyai posisi yang kuat sebagai cash cow karena menguasai lebih dari 2 kali lipat pangsa pasar kompetitor, bahkan menguasai hampir 50% pangsa pasar kayu lapis dunia.
4.     Pertumbuhan Pasar Rendah, Pangsa Pasar Relatif Rendah (Dog)
Dalam matriks Boston diatas, produk Kayu Gergajian (KG) terlihat berada dalam posisi lemah (Dog). Produk yang berada dalam posisi lemah mestinya tidak layak untuk dipertahankan, namun dalam hal kayu gergajian ini permasalahannya harus dilihat secara menyeluruh dan mendalam. Dalam hal ini, kayu gergajian menempati posisi lemah dalam perdagangan internasional karena kebijakan pemerintah yang tidak mengarahkan kayu gergajian sebagai prioritas ekspor. Meskipun bukan prioritas ekspor, kayu gergajian juga selayaknya mendapatkan perhatian yang lebih serius mengingat sebagian besar kayu gergajian diolah menjadi produk olahan kayu lanjutan yang mempunyai nilai tambah tinggi seperti furniture dan kerajinan kayu.
B.     KAYU LAPIS (PLYWOOD) INDONESIA
Wilayah Indonesia meliputi kira-kira 181,2 juta ha, yang tersebar di lebih dari 17.000 kepulauan, kira-kira seluas wilayah Prancis, Spanyol, Jerman dan Inggris bila digabungkan bersama-sama. Sekitar 70% atau 133,6 juta ha dari luas daratan Indonesia adalah hutan. Sekitar 37% dari kawasan hutan telah dicadangkan untuk perlindungan atau konservasi, 17% untuk dikonversi ke penggunaan lainnya dan sekitar 46% dari hutan diperuntukkan bagi keperluan produksi. Dalam 5 tahun terakhir nilai ekspor Indonesia dalam bentuk kayu dan produk perkayuan meningkat dari 8,3 miliar USD menjadi 9,7 miliar USD per tahun. Indonesia mengekspor bermacam-macam hasil hutan, mulai dari kayu lapis, bubur kayu dan berbagai macam produk kertas sampai ke perabot mebel dan kerajinan tangan. Nilai perdagangan ini meningkat dari sekitar 7,3 miliar USD pada tahun 2005, menjadi 8,3 miliar USD pada tahun 2006, 8,5 miliar USD pada tahun 2007, dan 9,1 miliar USD pada tahun 2008. Karena krisis ekonomi dunia, nilainya berkurang sampai ke 7,5 miliar USD pada tahun 2009, tetapi pada tahun 2010, angka ini meningkat lagi ke 9,7 miliar USD. Pasar ekspor utama untuk produk kayu Indonesia adalah Jepang, Amerika Serikat dan UE. Di dalam wilayah UE, tujuan pasar yang utama untuk kayu Indonesia adalah: Jerman, Inggris, Belanda, Belgia, Prancis, Spanyol dan Italia.
Pada awal perkembangan industri kayu, industri kayu gergajian dirintis terlebih dahulu, namun dalam perjalanannya industri ini kurang berkembang dibandingkan dengan industri kayu lapis. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan produksi kayu gergajian mulai tahun 1991 hingga saat ini. Selanjutnya industri kayu lapis mulai berkembang pesat, bersifat inward oriented atau substitusi impor, karena produk kayu lapis pada masa itu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, yang selama periode tersebut diimpor ke Malaysia, Taiwan, Singapura, dan Korea. Kayu lapis adalah merupakan salah satu hasil olahan kayu yang berupa papan/panel buatan yang terdiri dari susunan beberapa lapisan vinir yang mempunyai arah serat bersilangan tegak lurus dengan diikat oleh perekat tertentu, serta jumlah lapisan harus ganjil. Vinir adalah lembaran kayu tipis yang diperoleh dengan cara mengupas atau mengiris dari dolok kayu jenis tertentu. Sebagai bahan perekat kayu lapis yang tahan terhadap kelembapan udara (jenis II) digunakan perekat khusus yang terbuat dari lem PVA. Perekat untuk kayu lapis yang tahan air dan cuaca (jenis I) terbuat dari fenol-formaldehid.
Gambar 1. Struktur Produksi dan Perdagangan Kayu Lapis Indonesia di Pasar Domestik dan Internasional
Indonesia bersama Malaysia merupakan pengekspor utama pasar dunia untuk kayu lapis keras tropik (tropical hardwood plywood) selama bertahun-tahun. Ekspor kedua negara memiliki pangsa terbesar (dominant players) di dunia untuk jenis kayu lapis tersebut, secara total jika diperhitungkan jenis kayu lapis kayu lunak (softwood plywood), pangsa kedua negara pada tahun 2000 adalah 47 %. Oleh karena itu untuk komoditas kayu lapis tropik, Indonesia dan Malaysia merupakan pesaing (competitor) untuk segmen pasar tersebut.
Selama bertahun-tahun hingga tahun 2003, industri kayu lapis Indonesia mendominasi pasar dunia kayu lapis tropik, namun sejak tahun 2004 Malaysia mengungguli volume ekspor kayu lapis Indonesia. Industri kayu lapis Indonesia masih memiliki keunggulan komparatif yang cukup besar dibandingkan dengan negara-negara lain. Sebagai negara pengekspor kayu lapis terbesar didunia, Indonesia memiliki mutu bahan baku kayu lapis yang terbaik di dunia. Sejak tahun 1990 ekspor kayu lapis memberikan hasil devisa non migas kedua terbesar setelah tekstil. Pada saat ini kayu lapis relatif belum memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Menurut FAO (1990), ekspor kayu lapis Indonesia melebihi 50 persen dari perdagangan ekspor kayu lapis dunia sejak 1988.
C.     STRATEGI PEMASARAN KAYU LAPIS
        Selanjutnya industri kayu lapis berkembang pesat dan menjadi salah satu komoditi ekspor unggulan dalam sektor kehutanan. Hal ini tak terlepas dari kebijakan yang diterapkan pemerintahan, baik di bidang produksi maupun pemasaran.
1)      Untuk meningkatkan nilai tambah dan posisi kayu lapis Indonesia di pasar internasional, pada tahun 1980 pemerintah mengeluarkan kebijakan larangan ekspor kayu gelondongan guna menjamin ketersediaan suplai bahan baku bagi industri pengolahan kayu dalam negeri, dengan harapan Indonesia dapat mengekspor produk olahan yang bernilai tambah (value added), yang dapat bersaing dengan produk olahan negeri, dan pada akhirnya dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara.
2)      Mengharuskan pengelola HPH (Hak Pengusahaan Hutan) mendirikan industri kayu terpadu yang berintikan kayu lapis. Kebijakan ini memacu peningkatan produksi kayu lapis dan menjadikan produksi kayu lapis berorientasi ekspor dengan laju ekspor yang meningkat secara tajam.
3)      Pemerintah juga mendukung pengembangan sektor kayu olahan ini dengan membentuk program kemitraan antara usaha menengah atau besar dengan usaha kecil.
4)      Posisi kuat yang dicapai oleh produk Kayu Lapis nasional di pasar dunia, tidak terlepas dari peranan Badan Pemasaran Bersama (BPB)-Apkindo (dengan segala kelebihan dan kekurangannya), salah satunya dengan membentuk Joint Marketing Bodies tahun 1984 yang mampu mengkatrol harga, memperluas pasar, membangun jaringan distribusi, serta mengatur supply dengan kuota. Posisi sebagai market leader sekaligus cash cow produk kayu lapis ini tentunya merupakan aset berharga yang harus dipertahankan. Kelemahan dan kesalahan di dalam kebijakan dapat berdampak serius pada merosotnya posisi tawar industri kayu lapis Indonesia.
5)      Untuk mencapai strategi pemasaran ekspor kayu lapis Indonesia di pasar internasional, perbaikan dan pemantapan pada sisi produsen/pemasok maupun eksportir kayu lapis menjadi salah satu persyaratan bagi tercapainya pencapaian dan penguasaan pasar di luar negeri. Disamping mampu untuk mengikuti perkembangan pasar luar negeri dan mempengaruhi.

a.      Perbaikan dan pemantapan produsen/pemasok
ü Pengefektifan sarana dan prasarana yang disesuaikan dengan kemungkinan perkembangan kebutuhan dan selera luar negeri secara maksimal dimasa mendatang
ü Peningkatan pengetahuan keterampilan SDM dan hasil produksi yang bermutu sesuai dengan kebutuhan masa mendatang
ü Meningkatkan kematangan dan ketajaman manajemen usaha dalam menetapkan target dan sasaran usaha secara maksimal
ü Persiapan secara dini dalam menghadapi era globalisasi dengan segala resiko dan konsekuensi yang diperhitungkan
ü Peningkatan modal sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan produksi

b.      Perbaikan dan pemantapan pedagang eksportir
ü Memelihara dan mengembangkan hubungan dagang luar negeri secara seksama, dengan mempelajari arah kebutuhan selera pembeli/pelanggan luar negeri
ü Meningkatkan analisa kemungkinan kebutuhan dan selera pembeli/pelanggan luar negeri masa mendatang
ü Menjaga keberlanjutan hubungan dengan pembeli/pelanggan luar negeri
ü Memelihara dan mengembangkan penguasaan dan hubungan dengan produsen/pemasok sesuai kebutuhan dan selera pembeli/pelanggan
ü Mampu untuk menghitung kemungkinan peningkatan target dan sasaran penjualan di masa mendatang.
Secara rata-rata ada perbedaan yang nyata antara harga kayu lapis di pasaran dalam negeri dan pasaran ekspor, dimana harga ekspor lebih besar ± 27%. Sebelum dibentuknya Joint Marketing Bodies oleh APKINDO tahun 1984, harga kayu lapis sangat berfluktuasi. Dengan JMB, harga ekspor kayu lapis cukup stabil dengan pertumbuhan 7% pertahun. Sedangkan harga kayu lapis dalam negeri cukup stabil dengan pertumbuhan harga 7,5% pertahun.
Perkiraan kondisi aspek-aspek bauran pemasaran jangka pendek dan jangka panjang produk kayu lapis dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.
Aspek
Prediksi
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Produksi
No- Exceed
Exceed demand
Harga
Tetap/turun
Naik
Distribusi
Ekspor > domestik
Ekspor > domestic
Promosi
Agent system, Personal Approaches
Agent System, Market Nichers, Joint Marketing
Tabel 3. Prediksi Aspek Bauran Pemasaran Produk Kayu Lapis
Dalam jangka pendek, dari sisi produksi diperkirakan tidak terjadi ekses permintaan maupun penawaran. Kondisi "keseimbangan" yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan keseimbangan semu akibat turunnya harga kayu lapis Indonesia di pasar internasional. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Pertama, merosotnya posisi tawar Indonesia akibat terjadinya krisis ekonomi berkepanjangan dan terutama menyusul dibubarkannya Badan Pemasaran Bersama (BPB) kayu lapis. Kedua, bangkitnya industri kayu lapis kompetitor terutama Jepang dan Malaysia. Industri kayu lapis Jepang bangkit kembali memanfaatkan momentum terjepitnya posisi industri kayu lapis Indonesia yang selama ini memegang posisi market leader eksportir kayu lapis dunia. Bangkitnya industri kayu lapis Jepang (menurut beberapa sumber) juga didukung oleh mengalirnya kayu bulat Rusia dan kemungkinan besar dari hutan Siberia ke industri kayu lapis Jepang dengan harga sangat rendah (dibawah US$ 60/m3). Sementara itu, fenomena menguatnya kompetitor kayu lapis utama yakni Malaysia diduga didukung oleh mengalirnya kayu bulat ilegal Indonesia ke negeri tersebut, terutama melalui perbatasan Serawak dan Sabah. Meskipun pemasaran kayu lapis Indonesia di pasar internasional sedang mengalami penurunan, namun distribusi kayu lapis sebagian besar tetap ditujukan untuk kepentingan ekspor. Sementara itu, dengan dibubarkannya Badan Pemasaran Bersama maka promosi pemasaran dilakukan masing-masing perusahaan secara langsung. Sebagian perusahaan masih memanfaatkan agen-agen pemasaran APKINDO yang ada di luar negeri, dan perusahaan lain melakukan upaya pemasaran dengan caranya sendiri-sendiri. Dalam jangka panjang kemungkinan besar akan terjadi ekses permintaan karena menurunnya volume produksi kayu lapis di hampir semua negara produsen utama kayu lapis dan dengan sendirinya harga kayu lapis terangkat kembali.
                                                                                                                                                          III.            KESIMPULAN
Kayu merupakan komoditas selain non migas yang sangat berpotensi besar dalam dunia industri. Dalam hal ini terbagi jenis kayu menjadi berberapa jenis, diantaranya kayu dari pohon jati, mahoni, sengon, dan meranti. Dimulai dari pemanenan yang cepat seperti kayu dari pohon sengon dan pemanenan yang sangat lama seperti pada jati dan mahoni. Akan tetapi dalam dunia industri biasanya kayu jenis pemanenan yang lebih cepat lebih dibutuhkan. Dalam hal-hal ini seperti industri pembuatan kayu lapis. Kayu lapis merupakan olahan kayu yang sangat dicari oleh semua orang. Kayu lapis dapat digunakan untuk bermacam-macam seperti pembutan rumah. Dengan alasan tersebut kayu lapis sangat dibutuhkan. Dengan permintaan hasil olahan kayu yang semakin meningkat di dunia sehingga sangat dibutuhkan industri-industri berbasis pengolahan kayu yang memiliki kualitas bagus. Terutama kayu lapis yang memiliki pangsa ekspor yang sangat berpotensi besar menambah devisa negara. Selain Jepang yang merupakan tujuan utama ekspor kayu lapis banyak juga negara yang membutuhkan kayu lapis, sehingga pangsa pasar untuk kayu lapis sangat besar. Hal tersebut dapat menguntungkan industri pengolahan kayu lapis dan sebagai penyumbang devisa negara untuk ekspor.

                                                                                                                                                              IV.            REFERENSI


0 comment:

Posting Komentar

give me a positive comment :)

 

Copyright © 2010 Every Step That I Take Along With God Blogger Template by Dzignine