“ PENYELESAIAN KONFLIK DI ANTARA NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN “

| Minggu, 27 Oktober 2013
NAMA                         :   RIA ROSIANNA S.
NIM                            :   1002045106
MATAKULIAH              :   HUBUNGAN INTERNASIONAL di ASIA TENGGARA
KELAS                         :   HI REGULER B ‘10


“ PENYELESAIAN KONFLIK
DI ANTARA NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN “

MEKANISME PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR NEGARA ANGGOTA ASEAN SECARA UMUM
Sebagaimana organisasi pada umumnya, ASEAN memiliki mekanisme tersendiri dan beberapa prinsip dasar serta norma-norma untuk menyelesaikan konflik antara negara-negara anggotanya, diantaranya adalah ;
1.     Piagam ASEAN (ASEAN Charter)
Dalam konteks regional ASEAN, ada beberapa prinsip penyelesaian konflik yang dituangkan dalam Piagam ASEAN. Dalam konteks tersebut, mekanisme penyelesaian konflik lebih memilih cara-cara damai. Dalam ketentuan Piagam ASEAN tersebut pula ditegaskan, bahwa segala jenis konflik yang terjadi dalam pelaksanaan kerjasama di kalangan negara anggota ASEAN dapat diselesaikan dengan menggunakan cara-cara yang disebutkan dalam piagam. Oleh karena itu, Piagam ASEAN tidak membatasi jenis konflik tertentu saja yang bisa diselesaikan melalui mekanisme yang ditentukan oleh piagam. Yang pasti adalah bahwa dalam bentuk apapun obyek konflik yang terjadi dikalangan anggota ASEAN, Piagam ASEAN sebisa mungkin menekankan untuk menggunakan cara-cara diplomasi dalam penyelesaiannya, seperti negosiasi, konsiliasi, mediasi, jasa baik, dan lain sebagainya yang telah disepakati oleh para pihak.
2.     The Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia 1976 (TAC)

Selain Piagam ASEAN, negara-negara ASEAN juga memiliki Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama di Asia Tenggara (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia). Melalui Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama negara anggota ASEAN menyepakati code of conduct atau aturan perilaku dalam pelaksanaan hubungan kerjasama antar negara anggota ASEAN dan dalam penyelesaian konflik di kawasan, yakni dengan mengedepankan cara-cara damai dan menghormati hak asasi manusia dalam setiap upaya penyelesaian masalah melalui Dewan Agung (High Council). Apabila konflik muncul maka the High Council akan memberikan rekomendasi mengenai cara-cara penyelesaian konflik. High Council juga diberi wewenang untuk memberikan jasa baik, mediasi, penyelidikan atau konsiliasi, apabila para pihak menyetujuinya. Pada dasarnya prinsip-prinsip yang terkandung di dalam TAC juga tercermin di dalam Piagam PBB antara lain prinsip “non-interference” (non-intervensi). Dalam hal ini ASEAN harus tetap menjalankan diplomasi pencegahan (preventive diplomacy). Selain itu, fungsi ASEAN dalam membangun saling percaya (confidence building measures) yang mempertemukan kepentingan-kepentingan keamanan di kawasan juga perlu ditingkatkan terus agar tercipta perimbangan kepentingan di antara anggotanya. Lingkungan strategis baru mendorong ASEAN untuk mengambil berbagai kebijakan baru dalam masalah politik keamanan dan melengkapi perannya sebagai peredam konflik (conflict defuser).
3.     ASEAN WAY’s
           ASEAN memiliki sebuah model penyelesaian konflik secara informal dimana dialog dan konsultasi menjadi bagian utama dari upaya penyelesaian konflik antar negara ASEAN yang dinamakan dengan ASEAN Way. ASEAN way sendiri diberlakukan didalam ARF (Asean Regional Forum). Non-intervensi dan preventive diplomacy adalah dua prinsip yang mendasari kinerja ARF dalam menyelesaikan konflik menggunakan ASEAN way. Negara-negara ASEAN selalu menerapkan norma diplomatik ASEAN Way yang identik dengan non intervensi-nya. Dengan berdasar pada ASEAN Way tersebut, negara anggota selalu menggunakan metode manajemen konflik melalui musyawarah. ASEAN memberikan kewenangan penuh pada rezim pemerintahan yang berkuasa dalam negara tersebut untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Tujuan dari ditetapkannya ASEAN Ways adalah untuk mencegah suatu isu masalah menjadi kian membesar dan meluas, yang dilakukan dengan cara meredam dan mengabaikan hal-hal kecil demi tujuan yang lebih besar. Penerapaan norma ASEAN Way menjadi penting untuk dilaksanakan, mengingat norma tersebutlah yang menjadi norma dan identitas yang melekat pada negara-negara anggota ASAN. Norma-norma yang diatur dalam ASEAN Way juga menjadi salah satu identitas ASEAN itu sendiri. Sebab prinsip non-intervension, non use of force, dan juga penggunaan musyawarah, utamanya, sarat sekali dengan nilai-nilai Asia Tenggara.
Dalam mengatasi masalah, ASEAN lebih memilih untuk membiarkan masalah tersebut mendingin sebelum nantinya digunakan musyawarah sebagai upaya penyelesaian selanjutnya. ASEAN benar-benar menjaga atmosfer hubungan antar negara-negara anggota ASEAN agar tetatp dingin dan kondusif. Hal tersebut pada akhirnya berujung pada kestabilan hubungan diantara mereka yang mampu memajukan dan mengembangkan kawasan Asia Tenggara.
4.     Pihak ketiga (Mahkamah Internasional)
               Walaupun ASEAN telah memiliki Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC) sebagai code of conduct dalam penyelesaian konflik di kawasan melalui Dewan Agung (High Council), namun sampai sekarang negara-negara anggota ASEAN justru lebih percaya kepada pihak ketiga untuk menyelesaikan sengketanya. Hal ini terjadi dikarenakan :
a)      Tidak Berfungsinya High Council atau Dewan Agung dalam Treaty of Amity and Cooperation sebagai Badan yang bisa menyelesaikan konflik internal ASEAN.
b)      Tidak Pernah Membahas Masalah Sengketa dalam Pertemuan KTT ASEAN.
c)      Masih Diadopsinya Prinsip Non-Interference ASEAN.
Tidak semua permasalahan bisa diselesaikan melalui ASEAN, harus di lihat apa persoalan dan proporsi ASEAN dalam masalah tersebut. ASEAN tidak seperti Uni Eropa dimana negara-negara anggotanya mengikatkan diri dan memberikan sebagian dari kedaulatannya kepada Komisi Eropa. ASEAN memiliki mekanisme dimana negara-negara ASEAN sepakat untuk melalui jalur yang disepakati bersama. Peran ASEAN sebagai peredam konflik sangat tergantung pada komitmen bersama anggotanya dengan tidak mengingkari kesepakatan secara regional. Lingkungan strategis baru mendorong ASEAN untuk mengambil berbagai kebijakan baru dalam masalah politik keamanan dan melengkapi perannya sebagai peredam konflik (conflict defuser).
Misalnya saja dalam menghadapi masalah klaim di Laut Cina Selatan, ASEAN harus tampil sebagai "an honest broker" peredam konflik. Keterlibatan beberapa negara ASEAN dalam sengketa Laut Cina Selatan, menjadi semakin penting dilakukannya perundingan damai secara terus-menerus. Terutama ketika harus berhadapan dengan Cina yang mengklaim seluruh wilayah di Laut Cina Selatan. Pada Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM) di Manila, Juni 1992 untuk pertama kalinya ASEAN mengeluarkan komunike bersama tentang masalah keamanan regional. Komunike bersama itu membahas masalah persengketaan di Laut Cina Selatan. Selain itu, mekanisme upaya lokakarya tentang Laut Cina Selatan yang selama ini berlangsung menjadi sarana untuk meningkatkan saling percaya dan proses untuk meluaskan common ground beberapa isu politik dan keamanan di Laut Cina Selatan. Usaha-usaha kerja sama untuk menyelesaikan sengketa akan menurunkan tingkat potensi konflik menuju identifikasi dan usaha pemanfaatan peluang-peluang kerja sama dalam menciptakan keamanan, stabilitas dan perdamaian di kawasan. Usaha kerja sama akan menciptakan hubungan baik dan mengurangi rasa curiga di antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara, sehingga ikut memperkuat peran ASEAN sebagai peredam konflik pada masa mendatang. Tantangan bagi ASEAN mendatang adalah bagaimana ASEAN mampu menciptakan suatu tatanan regional yang memenuhi kebutuhan keamanan setiap anggotanya tanpa harus mengabaikan kepentingan-kepentingan negara-negara besar. Di samping itu fungsi ASEAN sebagai peredam konflik saja dirasakan tidak cukup. Akan tetapi bagaimana ASEAN mampu berperan sebagai conflict solver dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks ini. Ketidakmampuan ASEAN tampil sebagai conflict solver bersumber pada ketidakmampuan untuk mengaktifkan provisi tentang peaceful settlement of disputes. Terutama adanya ketentuan bahwa High Council hanya dapat berfungsi apabila semua negara anggota ASEAN menyetujui. Tugas ASEAN di masa mendatang adalah mengaktifkan provisi ini dan dengan demikian mendorong negara-negara anggota untuk memulai memanfaatkan High Council dan diharapkan dapat mengatasi berbagai potensi konflik yang sewaktu-waktu muncul ke permukaan dan menyelesaikan persoalan secara tuntas.


Referensi :

0 comment:

Posting Komentar

give me a positive comment :)

 

Copyright © 2010 Every Step That I Take Along With God Blogger Template by Dzignine