Perbandingan Budaya Politik Amerika Serikat dan Jerman

| Minggu, 27 Oktober 2013
PERBANDINGAN BUDAYA POLITIK
DI AMERIKA SERIKAT DAN JERMAN
DISUSUN OLEH :    KELOMPOK IV

Ketua Kelompok :     Ria Rosianna Simbolon       (1002045106)
                             Arom Abdun Nafi              (1002045109)
                             Yunita Dwi Kartika Sari       (1002045110)
                             Destin Riri Syara                (1002045111)
                             Achmad Salim                            (1002045113)
                             Yohanna Claudia Manalu   (1002045116)

HUBUNGAN INTERNASIONAL ‘10
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN

I.                    PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG
Kehidupan politik yang merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi antar warga negara dengan pemerintah, dan institusi-institusi di luar pemerintah (non-formal), telah menghasilkan dan membentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang praktik-praktik perilaku politik dalam semua sistem politik. Oleh karena itu, seringkali kita bisa melihat dan mengukur pengetahuan-pengetahuan, perasaan dan sikap warga negara terhadap negaranya, pemerintahnya, pemimpin politik dan lain-lain. Budaya politik, merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang me­merintah.Dengan demikian, budaya politik langsung mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan keputusan nasional yang menyangkut pola pengalokasian sumber-sumber masyarakat.
Pemilihan umum (pemilu) dan komunikasi politik merupakan salah satu parameter dalam melihat bagaimana budaya politik yang berjalan di suatu negara. Pemilu adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presidenwakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorikapublic relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan.
Semua fungsi yang dijalankan oleh sistem politik tersebut pada dasarnya dilaksanakan melalui sarana komunikasi. Proses komunikasi terjadi pada saat fungsi-fungsi yang lain dijalankan. Komunikasi politik menyambungkan antar semua bagian dari sistem politik, sehingga sistem politik itu bisa berjalan dengan baik. Oleh karenanya, komunikasi politik tidak dapat dilupakan begitu saja.
Amerika Serikat dan Jerman merupakan negara maju yang memiliki persamaan dan perbedaan dalam budaya politiknya. Untuk itu, pada pembahasan kali ini akan dijabarkan bagaimana partisipasi politik di Amerika Serikat dan Jerman dalam pemilihan umum di kedua negara serta menggambarkan komunikasi politiknya agar dapat diketahui bagaimana budaya politik yang terjadi di kedua negara maju tersebut.
II.                 TINJAUAN PUSTAKA

A.     SEJARAH BUDAYA POLITIK
Budaya politik merupakan pendekatan yang cukup akhir di dalam ilmu politik. Konsep budaya politik baru muncul pada akhir Perang Dunia II, sebagai dampak perkembangan politik Amerika Serikat karena adanya revolusi politik yang dikenal Behavioral Revolution (Behavioralism), sebagai dampak penguatan dari paham positivisme, yaitu paham yang percaya bahwa ilmu sosial mampu memberikan penjelasan terkait gejala-gejala alam, dalam ilmu sosial, termasuk ilmu politik.
Salah satu faktor penopang lahirnya behavioural revolution ini adalah muncul dan berkembangnya  kecenderungan baru dalam dunia penelitian, yaitu kecenderungan untuk mengadakan penelitian survei (survey research) yang dapat menjangkau responden dalam jumlah yang sangat besar, guna memahami sikap, orientasi, dan perilaku kalangan masyarakat disertai latar belakang sosial, ekonomi, dan politiknya. Biasanya digunakan dalam penelusuran opini publik terkait pemilihan presiden, senator dan gubernur  di Amerika Serikat,sebagaimana dilakukan oleh lembaga peneliti opini publik yang  bekerja sama dengan media massa. Didukung dengan penemuan komputer yang membantu analisa data dalam waktu singkat dan mencakup jumlah yang tidak terbatas sehingga memudahkan para ilmuwan dalam memberikan penjelasan, dalam memahami masalah sosial, ekonomi dan politik.             
                                   
Dampak yang terlihat dari behavioural revolution yakni munculnya sejumlah teori, baik yang bersifat grand maupun middle level theory yang juga diperkaya berbagai istilah seperti system analysis, interest aggregation, interest articulation, political socialization, politic culture, conversion, rule making, rule application, rule adjudication, dan lain sebagainya.

Pendekatan ini mulai dikenal khalayak setelah dua peneliti Amerika Serikat yaitu Gabriel A. Almond dan Sydney Verba menyelesaikan penelitian dan hasil dari penelitian tersebut dituangkan dalam buku mereka yang berjudul Budaya Politik. Buku tersebut merupakan hasil kajian antara tahun 1969 sampai dengan 1970 atas 5000 responden yang tersebar di 5 negara: Amerika Serikat, Inggris, Italia, Meksiko, dan Jerman Barat.Teori budaya politik dipakai untuk memahami teori sistem politik David Easton, yang dikembangkan oleh Gabriel Almond.
B.     PENGERTIAN BUDAYA POLITIK MENURUT PARA AHLI
Terdapat banyak sarjana ilmu politik yang telah mengkaji tema budaya politik, sehingga terdapat variasi konsep tentang budaya politik yang kita ketahui. Namun bila diamati dan dikaji lebih jauh, tentang derajat perbedaan konsep tersebut tidaklah begitu besar, sehingga tetap dalam satu pemahaman dan rambu-rambu yang sama. Berikut ini merupakan pengertian dari beberapa ahli ilmu politik tentang budaya politik.
Gabriel A. Almond dan Sidney Verba : Budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas oleh warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu.
Rusadi Sumintapura : Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
Alan R. Ball : Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik.
Austin Ranney : Budaya politik adalah seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama; sebuah pola orientasi-orientasi terhadap objek-objek politik.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas, maka dapat ditarik beberapa batasan konseptual tentang budaya politik sebagai berikut :
Pertama : bahwa konsep budaya politik lebih mengedepankan aspek-aspek non-perilaku aktual berupa tindakan, tetapi lebih menekankan pada berbagai perilaku non-aktual seperti orientasi, sikap, nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan.
Kedua : hal-hal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sistem politik
Ketiga : budaya politik merupakan deskripsi konseptual yang menggambarkan komponen-komponen budaya politik dalam tataran masif (dalam jumlah besar), atau mendeskripsikan masyarakat di suatu negara atau wilayah, bukan per-individu.


III.               PEMBAHASAN

A.     TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK
Menurut Almond dan Verba, budaya politik memiliki tipe-tipe tersendiri. Melalui hasil penelitian mereka di 5 negara, keduanya menyimpulkan bahwa terdapat 3 budaya politik yang dominan terdapat di tengah individu. Tipe budaya politik sendiri berarti jenis kecenderungan individu di dalam sistem politik. Tipe-tipe budaya politik yang ada yaitu :

1. Budaya Politik Parokial (parochial political culture)
Di dalam tipe budaya politik ini, tidak ada peran politik yang bersifat khusus. Individu-individu memiliki pengharapan dan kepedulian yang rendah terhadap pemerintah dan pada umumnya tidak merasa terlibat karena masyarakatnya kadang tidak merasa sebagai warga negara. Masyarakat seperti ini lebih mengidentifikasikan dirinya pada perasaan lokalitas.
2. Budaya Politik Subyek (subject political culture)
Budaya politik subyek adalah budaya politik yang tingkatannya lebih tinggi dari parokial oleh sebab individu merasa bahwa mereka adalah bagian dari warga suatu negara.Dalam budaya politik subjek, anggota masyarakat memiliki minat, perhatian, dan mungkin pula kesadaran terhadap sistem politik secara keseluruhan terutama terhadap hasil dari sistem politik itu sendiri. Perhatiannya terhadap sistem politik sangat rendah terutama pada aspek input sementara kesadarannya sebagai aktor politik belum tumbuh. Secara umum mereka menerima segala keputusan dan kebijaksanaan yang diambil oleh pejabat yang berwenang dalam masyarakat.
3. Budaya Politik Partisipan (partisipan political culture)
Budaya politik partisipan adalah budaya politik yang lebih tinggi tingkatannya ketimbang subyek.Dalam budaya politik partisipan, masyarakat tidak begitu saja menerima keputusan politik, karena dirinya merasa sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik tidak memiliki hak dan tanggung jawab, ini menunjukkan pada orang-orang yang melibatkan diri dalam kegiatan politik.
Namun dalam kenyataan tidak ada satupun negara yang memiliki budaya politik murni partisipan, pariokal atau subyek. Melainkan terdapat variasi campuran di antara ketiga tipe-tipe tersebut, ketiganya menurut Almond dan Verba tervariasi ke dalam tiga bentuk budaya politik, yaitu :
a.         Budaya politik subyek-parokial (the parochial- subject culture)
b.         Budaya politik subyek-partisipan (the subject-participant culture)
c.         Budaya politik parokial-partisipan (the parochial-participant culture)

B.     SOSIALISASI POLITIK DAN KOMUNIKASI POLITIK
Sosialisasi politik merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik pada anggota masyarakat. Menurut Gabriel A. Almond, sosialisasi politik menunjuk pada proses di mana sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku politik di peroleh atau dibentuk, dan merupakan sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan patokan-patokan politik dan keyakinan-keyakinan politik pada generasi penerusnya.
Pada hakikatnya, sosialisasi politik merupakan suatu proses untuk memasyarakatkan nilai-nilai dan budaya politik ke dalam suatu masyarakat. Sosialisai politik sangat penting dalam upaya politik. Gabriel A. Almond mengemukakan pentingnya sosialisasi politik dalam pengembangan budaya politik sebagai berikut :
a.       Membentuk kebudayaan politik suatu bangsa
b.       Mentransmisikan kebudayaan politik suatu bangsa.
c.       Memelihara kebudayaan politik suatu bangsa dalam bentuk penyampaian kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda.
d.       Mengubah kebudayaan politik
Dalam suatu sistem politik negara, fungsi sosialisasi menunjukkan bahwa semua sistem politik cenderung berusaha mengekalkan kultur dan struktur mereka sepanjang waktu. Pada sisi lain, sosialisasi politik merupakan proses induksi ke dalam suatu kultur politik yang dimiliki oleh sistem politik yang dimaksud.

Hasil akhir proses ini adalah seperangkat sikap mental, kognisi (pengetahuan), standar nilai-nilai dan perasaan-perasaan terhadap sistem politik dan aneka perannya serta peran yang berlaku. Hasil proses tersebut juga pengetahuan tentang nilai-nilai yang mempengaruhi, serta perasaan mengenai masukan tentang tuntutan dan claim terhadap sistem, dan output otorotatif-nya.Dalam proses sosialisasi politik kaitannya dengan fungsi komunikasi politik, berhubungan dengan struktur-struktur yang terlibat dalam sosialisasi serta gaya sosialisasi itu sendiri. Almond, mengatakan bahwa sosialisasi politik bisa bersifat nyata (manifes) dan bisa pula tidak nyata (laten).
Sosialisasi Politik Manifes
Sosialisasi Politik Laten
Berlangsung dalam bentuk transmisi informasi, nilai-nilai atau perasaan terhadap peran, input dan output sistem politik.
Dalam bentuk transmisi informasi, nilai-nilai atau perasaan terhadap peran, input dan output mengenai sistem sosial yang lain seperti keluarga yang mempengaruhi sikap terhadap peran, input dan output sistem politik yang analog (adanya persamaan).
Negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat dan Jerman arus informasinya relatif homogen. Para elite politik pemerintahan mempunyai sumber-sumber informasi khusus melalui birokrasi atau surat kabar tertentu yang ditujukan pada kelompok politik tertentu. Dengan demikian, semua kelompok masyarakat mempunyai akses ke suatu arus informasi dan media massa yang relatif homogen dan otonom sehingga hambatan-hambatan bahasa atau orientasi kultural sangat minim. Masyarakat dapat melakukan kontrol terhadap para elite politik dan sebaliknya kaum elite-pun dapat segera mengetahui tuntutan masyarakat dan konsekuensi dari segala macam tindakan pemerintah.

C.     PARTISIPASI POLITIK
Pembahasan tentang budaya politik tidak terlepas dari partisipasi politik warga negara. Partisipasi politik pada dasarnya merupakan bagian dari budaya politik, karena keberadaan struktur-struktur politik di dalam masyarakat, seperti partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan dan media masa yang kritis dan aktif. Hal ini merupakan satu indikator adanya keterlibatan rakyat dalam kehidupan politik (partisipan).
Bagi sebagian kalangan, sebenarnya keterlibatan rakyat dalam proses politik, bukan sekedar pada tataran formulasi bagi keputusan-keputusan yang dikeluarkan pemerintah atau berupa kebijakan politik, tetapi terlibat juga dalam implementasinya yaitu ikut mengawasi dan mengevaluasi implementasi kebijakan tersebut. Partisipasi Politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, seperti memilih pimpinan negara atau upaya-upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah. 5 bentuk partisipasi politik yaitu ;
(1). Memberikan Suara (voting) merupakan partisipasi dalam bentuk keikutsertaan pemilihan umum atau memberikan suara adalah bentuk yang paling umum dan sangat dikenal.
(2). Ikut berkampanye merupakan memberikan suara seseorang dengan berbagai kegiatan mulai dari penyebaran pamflet, pemasangan poster, spanduk, stiker untuk gedung, dan bumper mobil hingga menyiapkan tempat pemungutan suara.
(3). Kegiatan komunitas muncul sebagai alternatif dari pemilihan yang sudah tentu hanya berlangsung pada saat-saat tertentu.
(4). Mengontak Pejabat (Contacting Official) merupakan arti sesungguhnya dimana adanya pertemuan langsung antara rakyat dan wakil rakyat sebagai upaya menegakkan demokrasi.
(5).  Protes sebagai bentuk partisipasi cenderung dilakukan secara damai dan berlangsung diberbagai kota di negara bagian atas berbagai isu.
(6). Mencalonkan diri digunakan untuk merebut jabatan publik dan merupakan bentuk partisipasi yang paling dinamis.

D.    PARTISIPASI POLITIK MELALUI PEMILU DI AMERIKA SERIKAT
Pada hakikatnya disemua negara demokrasi industri, kekayaan, dan hak istimewa juga kesempatan tidak sama rata, begitu pula dengan Amerika Serikat. Kesempatan inilah yang dilihat oleh partai radikal untuk menarik simpatik dan suara dalam pemilu yang diadakan. Tingkat  kesadaran golongan disana tergolong kecil. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, yaitu :
1.      Tidak ada warisan feodal
Amerika Serikat telah membangun modernisasi sejak awal dibentuk, hal itu dilakukan setelah penghapusan pribumi berkulit merah. Pada waktu itu tidak ada golongan budak yang terikat pada pemilik suatu lahan pertanian. Tidak ada warisan feodal yang diwariskan seperti yang terjadi di negara-negara yang ada di Eropa. Selain itu, disana tidak ada aristokratis pemilik tanah ataupun gereja yang berpengaruh besar dalam sistem yang ada tersebut. Sehingga moderenisasi ekonomi dapat dilakukan tanpa pemerintah harus menggunakan otoritasnya menyapu bersih sisa-sisa feodalisme. Menandakan bahwa pemerintahan yang berada di Amerika Serikat tidak terpusat dan sangat terpecah-pecah, meskipun ekonominya bertumbuh dan berkembang dengan sangat pesat.
2.      Integrasi Sosial dari Buruh Amerika
Bukan suatu kebetulan bahwa, pernyataan yang paling jelas tentang kesadaran golongan dalam sejarah Amerika Serikat terjadi pada akhir abad 19 dan permulaan abad 20, dalam suasana industrialisasi yang cepat. Akan tetapi untuk sebagian besar dan setelah munculnya jaminan-jaminan hukum dari New Deal (1930-an)  yang mengenai hak-hak kaum buruh untuk berserikat dan untuk mengadakan tawar menawar secara kolektif. Persengketaan golongan kaum industri di Amerika Serikat merupakan perjuangan diam-diam yang diadakan pada batas-batas hukum dan Undang-Undang Dasar. Keadaan ini juga yang menjelaskan mengapa disana tidak pernah ada partai sosialis yang kuat (terutama untuk kaum buruh), apalagi partai revolusioner yang mengibarkan bendera sosialisme ataupun komunisme. Keadaan ini juga yang dapat menjelaskan mengapa di Amerika Serikat sosialisme adalah perkataan kotor bahkan bagi kebanyakan pekerja.
3.      Akibat Sistem Elektoral
Dalam sejarah politik di Amerika Serikat , sistem pemilihan Simple-Plurality (SP) dari distrik yang tunggal terlihat menonjol tetapi tidak ditetapkan dalam sebuah Undang-Undang Dasar. Terkadang gerakan-gerakan dari partai ketiga yang kedaerahan menunjukan telah menumpuknya kekuatan yang mengancam partai-partai besar.
4.      Golongan Sosial dan Pemilihan Presiden
Karena setiap 4 tahun sekali diadakannya pemilu untuk memilih Presiden, partai-partai besar terpaksa mencari dasar yang sesuai dengan program untuk menarik sebagian besar atau semua kelompok sosial di masyarakat Amerika. Meskipun adanya perbedaan berdasarkan taraf penghidupan dalam masyarakat, pemilihan Presiden memerlukan pembentukan koalisi-koalisi pemilihan yang akan memotong lintas daerah perpecahan ini.
Singkatnya, meskipun ada perbedaan besar dalam kekayaan, pendapatan dan hak-hak istimewa  menjadi ciri masyarakat di Amerika. Namun rendahnya kesadaran golongan dalam kelompok-kelompok masyarakat Amerika dan sifat-sifat pemebentukan koalisi dalam pemilihan Presiden membuat politik Amerika Serikat relatif pragmatis, tidak ideologis dan ditandai oleh persaingan sedang antara dua partai yang lebih mempunyai kesamaaan daripada perbedaan mereka.   
Proses pembuatan kebijaksanaan makin terbagi oleh perkembangan suatu sistem komite legislatif yang sangat kompleks, yang relatif otonom dalam daerah spesialisasinya denga peran pemerintah yang bertambah dalam masyarakat.  Dengan moderenisasi ekonomi, angka kelompok-kelompok yang terorganisasi yang mewakili keperntingan tertentu telah bertambah jumlahnya dan menambah segi lain pembagian sistem kedalam proses pembuatan kebijaksanaan. Maka partai yang ada secara tidak langsung diminta untuk memberikan perpaduan dan arah sistem politik yang sengaja direncanakan dari abad ke-18. Mereka diminta untuk mngorganisasi dan mengkoordinasi kebijaksanaan pemerintah yang ada. 
Partai-partai yang berdasarkan patronase mengaitkan pemilih dengan penjahat melalui jaringan aliansi partisan karena pegnurus partai sangat penting untuk menggerakan suara pada waktu pemilihan. Jadi setiap pembaharuan politik yang dihubungkan dengan kepegawaian negeri dan progesivisme hanya mempunyai dampak terbatas pada organisasi dan kerja partai-partai pada tingkat nasional dan dinegara bagian.
Perubahan itu terjadi ditahun 1950-an dimana pada saat bersamaan diciptakan dan diproduksinya televisi dan tentu saja hal itu sangat tidak terduga. Pemberitaan televisi nasional mengenai sidang-sidang partai Demokrasi dan Republik ditahun 1952. Pada waktu pemilihan Presiden pada 1960 ditambah lagi dengan perdebatan calon wakil Presiden Richard Nixon dan Senator John Kennedy dan lebih dari 100 juta orang di Amerika telah menyaksikan peristiwa kampanye itu di tv.
Berikut ini adalah dampak televisi pada kehidupan politik Amerika Seriakat;
1.      Anggota partai yang berasal dari rakyat jelata tidak menjadi masalah.
2.      Televisi menjadi sangat penting dalam politik, tetapi juga menjadi sangat mahal bagi para politisi.
3.      Pemakaian waktu penyiaraan di televisi secara efektif juga berarti menyewa orang-orang media yang profesional yang tau bagaimana cara ‘memborong’ produknya.
4.      Televisi telah memungkinkan para calon menjangkau lebih jauh para pendukung partai dan kepentingan jutaan pemilih dalam sekejap.
5.      Tujuan berita ditelevisi bukanlah memberi informasi kepada para pemirsa melainkan mencari keuntungan bagi pemilik pemancar televisi.
Dalam melaporkan kejadian politik, televisi telah mengangkat nilai kepentingan bagi pemirsa dengan memusatkan perhatian pribadinya dan pertentangan yang ada nyata didepan mereka. Jadi televisi memperkuat kecendrungan alamiah para pemirsa untuk melihat apa yang tampak ketimbang melihat hakikatnya. Dengan demikian televisi mengangkat calon jauh lebih tinggi dari kenyataanya bukan pada partai dia berasal. Kesalahan itu tidak semata-mata pada politikus atau pada televisi melainkan pada kita sendiri dan apa yang kita sukai.
Mengapa jumlah pemilih di Amerika Serikat menurun?
Pemilhan di amerika mengandung hal-hal yang unik. Pertama,pemilihan di negera ini bersifat sukarela (voluntary). Tidak ada paksaan sama sekali bagi setiap warga untuk memilih pemerintah dan memberikan kebebasan penuh bagi semua warga negara dalam hal memilih sesuai dengan prinsip kebebasan individu. Sekalipun demikian, Amerika Serikat termasuk salah satu negara atau mungkin satu-satunya yang kegiatan pemilihannya paling banyak di dunia.
Pemilihan tidak hanya dilakukan untuk memilih presiden atau anggota kongres namun juga untuk memilih gubernur, anggota kongres negara bagian,walikota,,bahkan kepala sekolah. Dalam praktek ribuan jabatan politik di Amerika Serikat hanya mungkin di dapat lewat pemilihan.


Gabungan antara prinsip kebebasan individu dan banyaknya jenis-jenis pemilihan justru menurunkan angka pemilihan khususnya pemilihan nasional (general election). Jika di Eropa dan negara Asia jumlah pemilih cukup tinggi antara 70% hingga 90%, di Amerika Serikat pemilih yang aktif memilih hanya sekitar 60%. Antara tahun 1870 hingga 1880 jumlah angka pemilih mencapai puncaknya, yakni sekitar 80% hingga 85%. Namun sesudah tahun 1880 jumlah angka pemilih secara bertahap mulai berkurang hingga mencapai angka terendah pada tahun 1920-an, yakni sekitar 50%. Angka ini kemudian meningkat lagi, namun sampai dengan tahun 1984 jumlah peserta dalam pemilihan tidak pernah lagi mencapai angka di atas 60%.jumlah pemilih dalam pemilihan presiden tahun 1996 bahkan kurang dari 50%.dalam pemilihan di tingkat negara bagian angkanya justru semakin menurun. Misalnya, pemilihan untuk anggota kongres yang tidak bersamaan waktunya dengan pemilihan presiden biasanya hanya di hadiri oleh tidak kurang dari 40% pemilih. Ada beberapa sebab mengapa angka peserta pemilihan di Amerika Serikat paling rendah di bandingkan dengan pemilihan di negara maju.
Persoalan pendaftaran calon pemilih.
Masalah pendaftaran pemilih ternyata menimbulkan rasa malas bagi penduduk Amerika Serikat untuk ikut dalam pemilihan. Rasa malas ini muncul karena beberapa persyaratan yang cukup ketat bagi masyarakat modern yang sangat mobil atau berpindah-pindah. Pertama, untuk pemilihan presiden pemilih harus sudah tinggal selama 30 hari. Kedua, untuk pemilihan anggota kongres pemilih harus tinggal selama 50 hari. Ketiga, orang amerika cenderung berpindah dari satu negara bagian ke negara bagian lain, keadaan ini dengan sendirinya menurunkan jumlah pemilih yang memenuhi syarat tinggal.
Beberapa penyebab lain yang membuat pemilih agak malas untuk datang ke tempat pemilihan adalah sebagai berikut ;
A.     Tempat pemilihan yang jauh dari rumah dan kondisi lingkungan yang keras atau karena cuaca buruk.
B.      Mungkin saja tidak ada calon-calon yang cukup sepadan satu sama lain sehingga persaingan tidak tampak ketat.
C.     Beberapa negara bagian mencabut hak suara bagi orang-orang yang sedang menjalani hukuman atau bekas narapidana.

Pemilu Di Amerika Serikat
Amerika Serikat memiliki pemerintah federal , dengan pejabat terpilih di tingkat federal (nasional), negara bagian dan lokal. Pada tingkat nasional, kepala negara , para Presiden , dipilih langsung oleh rakyat, melalui elektoral . Di zaman modern, para pemilih hampir selalu memilih dengan suara populer negara mereka. Semua anggota legislatif federal, Kongres , secara langsung dipilih.
Negara hukum mengatur sebagian besar aspek hukum pemilu, termasuk pendahuluan, kelayakan pemilih (luar definisi konstitusi dasar), menjalankan electoral college masing-masing negara, dan menjalankan pemilihan negara bagian dan lokal. 

Pembiayaan pemilu selalu kontroversial, karena sumber keuangan swasta membuat sejumlah besar sumbangan kampanye, terutama dalam pemilu federal. Pemerintah federal juga telah terlibat dalam upaya untuk meningkatkan partisipasi pemilih , dengan langkah-langkah seperti Registration Act Pemilih Nasional 1993 .
Tahapan Sistem Pemilihan Presiden di Amerika Serikat
I. Nominasi : Nominasi adalah dukungan resmi parpol kepada calon presiden. Proses nominasi yang sesungguhnya akan berakhir dalam konvensi nasional partai (biasanya pada musim panas atau tepatnya pada akhir Juli atau awal Agustus menjelang pilpres pada bulan November). Ada 2 tradisi model nominasi yang dilakukan di Amerika, melalui sistem Caucus dan Primary Election. Caucus dan primary memiliki fungsi sama. Setiap negara bagian memiliki otonomi penuh, maka setiap negara bagian berhak menentukan model electoral mereka masing-masing.
1. Caucus : Sistem Caucus ini memberi legitimasi bagi elite-elite (ketua) partai. Ketua partai menetukan siapa yang akan dikirim sebagai delegasi dalam konvensi partai nasional. wakil partai/elite partai bertemu untuk memilih kandidat presiden menurut suara mayoritas. Dalam sistem ini, dominasi bos partai terhadap penentuan anggota delegasi memudahkan bos partai untuk mengendalikan para delegasi dalam konvensi nasional untuk menentukan calon presiden dari partai. Tetapi, akhir-akhir ini penggunaan sistem caucus dalam menentukan para delegasi mulai berkurang dibandingkan dengan sistem presidential primary.
2. Primary Election : Alrnatif lain sebagai tahap awal penentuan presiden adalah melalui pemilihan primary (primary election). Dalam proses ini para pemilih memberikan suara kepada para calon delegasi dalam konvensi partai. Primary election tidak hanya memilih delegasi namun juga merupakan indikasi awal apakah seorang calon dapat memenangkan pemilihan. Ada dua model primary election, yaitu primary election terbuka dan primary election tertutup. Di setiap negara bagian memiliki sistem yang berbeda:
a. Primary Election Terbuka : Contoh model terbuka ini seperti di Michigan, South Carolina, Virginia dsb. Pada sistem ini setiap calon pemilih, baik anggota atau pendukung partai demokrat, republik atau independen, boleh memilih calon dari partai manapun.
b. Primary Election Tertutup : Namun untuk di beberapa negara bagian lain, seperti di California dan NY, primary election dilakukan dalam sistem tertutup. Artinya, hanya anggota Partai Republik yg boleh ikut pemilihan primary calon presiden dari republik dan anggota Partai Demokrat yang ikut primary calon presiden dari demokrat. Karena setiap negara bagian memiliki otonomi penuh, maka setiap negara bagian berhak menentukan model electoral mereka masing-masing.
II. Konvensi Nasional : Konvensi nasional merupakan tahap akhir dari penentuan calon presiden dari partai. Konvensi nasional ini biasanya berlangsung selama 4 hari. Tetapi pada umumnya para delegasi di konvensi nasional telah mengetahui siapa yang bakal dinominasi sebagai calon presiden (didapatkan dari primary election dan caucus). Para kandidat sudah terseleksi dalam pemilihan primer. Konvensi partai hanya mengukuhkan, tidak memilih, kandidat. Karena itu, semuanya dapat diatur dengan seksama.Setelah konvensi nasional masing-masing partai menetapkan calon presidennya masing-masing, maka mereka akan bertarung dalam pemilu bulan Nopember.
Pada pemilu Nopember itu, rakyat AS memilih electors dari masing-masing distrik yang kemudian akan menetapkan siapa presiden AS dalam suatu mekanisme atau lembaga yang disebut electoral college. Dengan kata lain, dalam tahap inipun rakyat AS tidak memilih langsung presidennya tetapi melalui perwakilan. Setelah national primary, The real national election mempresentasikan pemenang Democrat dan Republican. Round ini disebut sebagai run off. Pemenang dari kompetisi election ini adalah pemenang mutlak sebagai president.

III. Pemilihan Nasional (Electoral College) : Electoral College System adalah sistem pemilihan presiden di Amerika. Meskipun pemilihan presiden Amerika sering disebut sistem pemilihan langsung, namun sesungguhnya pemilihan tidak dilakukan secara langsung. Pemilihan dilakukan dalam 2 tahap.
Tahap I : Dilakukan oleh rakyat Amerika secara langsung untuk mendapatkan population votes. Pemilihan langsung ini tidak memilih nama presiden namun memilih para electors di masing2 negara bagian.
Tahap II : Tahapan kedua adalah pemilihan presiden oleh para electors. Para pemilih presiden atau presidential electors di tiap negara bagian merupakan gabungan dari jumlah Senator negara bagian (semua negara bagian sama yaitu 2 orang senator) ditambah dengan jumlah anggota House yang berbeda jumlahnya antara satu negara bagian dengan negara bagian lainnya.

E.      PARTISIPASI POLITIK MELALUI PEMILU DI JERMAN
Berbeda dengan Amerika Serikat pasca runtuhnya Tembok Berlin, Jerman yang awalnya dibagi menjadi dua bersatu kembali. Sebelumnya sekutu yang menang sangat mengingikan terbentuknya lembaga-lembaga Jerman yang baru sehingga dapat menghalangi terulangnya drama yang pernah terjadi. Melihat pengalaman Amerika Serikat, mereka membentuk sebuah mahkamah konstitusional dengan kekuasaan meninjau keputusan pengadilan yang bisa melindungi kebebasan sipil dan dapat menggagalkan setiap undang-undang otoriter yang dikeluarkan parlemen atau cabang eksekutif pemerintah serta membagi kekuasaan pemerintahannya. Tetapi presiden tidak mempunyai mandat dari rakyat dan tidak mmpunyai wewenang konstitusional yang luas. Titik berat politik diserahkan kepada Kanselir.
Ditahun antara 1950-1960an Jerman mengalami perubahan yang sangat signifikan. Hal itu tidak lepas dari peran partai Kristen Demokrat dan para pemimpinnya yang ada tolok bandingnya, Konrad Adenauer. Dinamika yang memotong lintas perpecahan membantu menegakkan stabilitas politik di Jerman selama jangka kritis pemulihan keadaaan ekonomi dan perkembangan politik sesudah perang. Akan tetapi ketidakstabilan yang berkaitan dengan parlemen multipartai terus terjadi. Semenjak jumlah partai parlemen khususnya di Jerman Barat menurun, partai-partai yang lebih ekstrim membuat partai-partai yang masih ada mengurangi besarnya perbedaan ideologi mereka.
Melihat hal tersebut perlunya menarik perhatian kelompok-kelompok sosial ekonomi dan budaya dapat menghimpun mayoritas diparlemen. Dan strategi politik yang cerdik sebagimana yang tertulis dalam kontitusi, dapat ‘memaksa’ partai-partai melaksanakannya. Singkat kata bahwa kemungkinan terwujudnya demokrasi stabil dan politik partai yang bertanggung jawab.

Namun satu ukuran untuk memberikan penilaian secara intelektual ialah skeptisisme yang wajar jika berusaha memperkirakan ke masa depan. Satu hal yang pasti mengenai hari depan ialah bahwa masa itu barangkali datang lebih cepat dari yang kita harapkan. 
Pada tahun 1999 orang Jerman telah mempunyai pengalaman setengah abad dengan Undang-Undang Dasar mereka yaitu Grundgesetz. Para penyusun Geundgesetz pada tahun 1948 mencakup para Perdana Menteri negara bagian di ketiga zone Barat serta anggota Majelis Parlementer yang diutus oleh setiap parlemen negara bagian.
Partai Politik, Organisasi Massa dan Pemilu
a.      Partai-Partai di Bundestag
Sejak pemilihan umum pertama untuk seluruh Jerman pada tahun 1990 ada enam partai yang duduk dalam Bundestag, yaitu : Uni Demokrat Kristen Jerman (CDU), Partai Sosialis Demokrat Jerman (SPD), Partai Demokrat Liberal (FDP), Uni Sosial Kristen (CSU), Partai Sosialisme Demokratis (PDS) dan ikatan antara Kelompok 90 dan Partai Hijau.
b.      Klausul Pembatas.
Dari 36 partai yang ikut serta dalam pemilihan Bundestag pertama pada tahun 1949, tinggal empat saja yang duduk dalam parlemen hasil pemilu 1990. Menurut klausul itu, partai yang bisa mengirim wakilnya ke Bundestag hanyalah partai yang berhasil mengantongi sedikitnya lima persen dari jumlah suara sah, atau memenangkan tiga mandat langsung. Untuk kelompok minoritas, klausul pembatas tidak diberlakukan.
c.      Sistem Pemilihan Umum
Setiap 4 tahun sekali diadakan pemilihan umum sesuai dengan peraturan yang ada untuk memilih Bundestag (parlemen), Landtag (perwakilan negara bagian) dan Komunal. Sistem pemilu ini bersifat keseluruhan, segera, bebas, rahasia, sama dan tertutup, yang ditentukan wilayahnya.
Para pemilih (warga negara Jerman yang sudah berumur 18 tahun) dipanggil untuk memenuhi kewajibannya, setiap pemilih mempunyai 2 suara. Dengan suara pertama dapat dipilih calon (kandidat) dari wilayah yang bersangkurtan, sedangkan suara kedua menentukan partai untuk parlemen (Bundestag), partai-partai ini harus mempunyai paling tidak 5 dari suara pemilih untuk harus mempunyai paling tidak 5 % dari suara pemilih untuk dapat masuk ke Parlemen (5 % klausal).Ada 598 kursi di parlemen Jerman, Bundestag. Setengahnya, 299 kursi, diperebutkan melalui sistem pemilihan langsung. Setengahnya lagi melalui sistem pemilihan proporsional berdasarkan daftar kandidat.Setiap pemilih Jerman memilih dua kali di atas satu kertas suara. Dengan suara pertama ia memilih nama seorang kandidat. Kandidat dengan suara terbanyak di satu daerah pemilihan akan masuk parlemen. Sistem ini disebut sebagai sistem pemilihan mayoritas. Dengan suara kedua, pemilih memilih nama satu partai. Jumlah perolehan suara satu partai akan menentukan jumlah kursi yang direbut di parlemen. Sistem ini disebut disebut sebagai sistem pemilihan proporsional. Sistem pemilu di Jerman adalah campuran dari kedua sistem itu.
Dalam pemilu di Jerman, setiap pemilih memiliki 2 suara. Suara pertama adalah untuk memilih politisi dari konstituen tertentu. Dengan cara ini mereka memilih sekitar separuh dari keseluruhan kursi yang diperebutkan di Parlemen (Bundestag). Sedangkan suara pilihan kedua diberikan kepada partai untuk mengisi kursi selebihnya. Masa jabatan anggota legislatif di Jerman ialah 4 tahun, sehingga pemilu juga diadakan setiap 4 tahun.
Azas pemilu di Jerman adalah umum, langsung, bebas, setara, dan rahasia. Menurut Pasal 38 dan 39 Basic Law Jerman, ‘umum’ berarti seluruh warga negara yang berusia di atas 18 tahun memiliki hak pilih, ‘langsung’ bermakna pemilih memilih langsung anggota legislatif mereka, ‘bebas’ berarti pemilih bebas dari tekanan siapapun dalam menentukan pilihannya, ‘setara’ artinya setiap suara memiliki bobot yang sama, dan ‘rahasia’ maksudnya tidak seorang pun boleh tahu siapa yang dipilihnya kecuali yang bersangkutan memberitahukannya atas kemauan sendiri.Pemilihan umum untuk semua Dewan Perwakilan Rakyat bersifat umum, langsung, bebas, sama dan rahasia.Setiap warga negara Jerman yang telah berusia 18 tahun mempunyai hak pilih, dengan syarat telah tinggal di Jerman selama paling sedikit tiga bulan dan tidak kehilangan hak pilihnya; apabila dipenuhi prasyarat-prasyarat tertentu, orang-orang Jerman yang tinggal di luar negeri juga dapat memilih. Para calon untuk pemilihan pada umumnya diajukan oleh partai-partai, tetapi terdapat kemungkinan calon-calon perorangan yang tidak berpartai untuk mengajukan diri.

d.      Keanggotaan dan Pembiayaan
Berdasarkan kedudukan pada bulan Oktober 1998, partai-partai yang diwakili dalam Bundestag memiliki jumlah anggota sebagai berikut : SPD 851.000, CDU 690.000, CSU 177.000 FDP 94.000, PDS 123.000, partai hijau 43.000. partai-partai setiap tahunnya mendapat 1,30 DM per suara dari pemerintah untuk perolehan sampai dengan lima juta suara yang sah. Selain itu diberikan pembayaran 0,50 DM untuk setiap 1 DM yang diterima partai dari iuran anggota atau dari sumbangan-sumbangan. Jumlah-jumlah ini tidak boleh lebih besar daripada pemasukan dana yang diperoleh partai pertahun. Pembelian dari pemerintah untuk semua partai sebagai keseluruhan dalam setahun tidak boleh melebihi 230 juta DM (batas tertinggi mutlak).

F.      KOMUNIKASI POLITIK AMERIKA SERIKAT DAN JERMAN
Hubungan media dan politik seringkali dijadikan obyek untuk menyederhanakan struktur-struktur media dan politik dalam konteks hubungan ketergantungan antara keduanya. Menurut pandangan ahli komunikasi Jay Blumler dan Michael Gurevitch, karakter komunikasi politik di negara-negara demokrasi modern barat adalah adanya sistem pembatasan antara media dan politik. Sistem ini mengatur pertukaran informasi antara para pelaku dengan imbalan publisitas. Di satu pihak sistem ini dicirikan dengan kondisi-kondisi struktural komunikasi politik, misalnya ciri-ciri ketersusunan proses-proses politik, peran-peran pelaku utama dalam sistem pemerintahan dan tatanan media. Di lain pihak sistem komunikasi politik menentukan harapan dan norma-norma yang mengendalikan perilaku atau tindakan profesional dan peran para pelaku.
Sisi subyektif dari komunikasi politik digambarkan Blumler/Gurevitch sebagai “budaya komunikasi politik”. Penggunaan istilah budaya di sini lebih ditekankan pada orientasi-orientasi normatif yang mengatur sikap atau perilaku para pelaku yang saling tergantung dalam sebuah sistem sosial.
Budaya komunikasi politik di Amerika Serikat dan Jerman masing-masing terikat dalam konstelasi yang spesifik. Konstelasi ini dibedakan oleh organisasi institusi. Di Amerika institusinya berdasarkan sistem pemerintahan presidensil dengan peran partai yang kecil serta dengan proses pembentukan kehendak yang terkotak-kotak.
Dalam sebuah konstelasi di mana presiden Amerika Serikat tidak memiliki inisiatif politik secara formal, tidak tergantung pada kongres, namun koalisi politik harus selalu dibentuk kembali sejalan masalah-masalah khusus yang muncul, disitulah tekanan publik menggantikan perundingan antara pemerintah dan parlemen. Tekanan itu dimunculkan dengan suatu strategi media yang terarah. Melalui strategi “going public” media menjadi bagian langsung dari proses pengambilan keputusan politik. Strategi komunikasi yang disesuaikan dengan media seperti ini sangat rasional. Alasannya: partai-partai politik semakin mengandalkan fungsi-fungsi teknis dari mesin-mesin kampanye, karena itu mereka tidak dapat menciptakan dukungan luas pemerintah melalui warga di tengah-tengah pelaksanaan pemilihan dan tidak dapat pula melakukan mobilisasi secara tepat dalam rangka menggolkan program-program politik spesifik di parlemen.
Selain itu proses pembentukan kehendak melalui sistem kelompok kepentingan dan lobby yang lazim di Amerika sangat terkotak-kotak. Ini berarti pemerintah Amerika Serikat berada dalam tekanan publik dan politik dan harus bertanggungjawab terhadap sejumlah badan pengawas. Dalam situasi seperti ini media menjadi “salah satu di antara sedikit alat bantu yang dengannya dukungan politik di dalam dan di luar pemerintah dapat dibangun dan diperoleh.”
Sementara di Jerman sistem pemerintahannya berdasarkan perwakilan dengan peran partai yang besar dan dengan sedikit kelompok-kelompok kepentingan. Konstelasi ini membuat masing-masing pemerintah memiliki posisi berbeda dalam proses-proses komunikasi dan pengambilan keputusan politik. Dan dengan demikian, konstelasi ini menentukan peran-peran yang sesuai bagi juru bicara politik dalam sistem pemerintahan.
Sebaliknya, ciri-ciri konstelasi struktural dari sistem pemerintahan yang representatif seperti di Republik Federal Jerman adalah bahwa dukungan pemerintah tergantung pada fraksi-fraksi di parlemen dan oportunitas politik dalam Dewan Federal (Bundesrat). Bagi upaya komunikasi ini berarti motif partai politik dan koalisi politik serta situasi dan kondisi politk harus selalu diperhatikan. Di Jerman yang paling berperan dalam proses pembentukan kehendak politik adalah partai politik yang selain posisi-posisi institusional juga (telah) menginfiltrasi “banyak bidang-bidang sosial yang seharusnya dari segi organisasinya menjaga jarak dengan partai.” Karena itu bagi pemerintah dan setiap politisi sangat penting untuk mencari dukungan partai mereka dulu baru kemudian dukungan pemilih.
Ini berlaku baik bagi dukungan yang sifatnya umum dalam pemilihan maupun untuk mobilisasi persetujuan (dukungan) terhadap program-program politik dan realisasinya di parlemen. Di Jerman komunikasi terutama sekali harus diarahkan pada legitimasi keputusan-keputusan pemerintah secara simbolis dengan memperhatikan kontroversi politik. Namun, ini juga tidak menutup kemungkinan bahwa berita atau pesan dari komunikasi itu harus sesuai dengan media dan bahwa pemerintah harus merespon tekanan dari media. Meskipun dalam kenyataannya partai politiklah yang paling berperan dalam menggolkan tujuan-tujuan politik pemerintah.
Menyangkut tatanan media, Amerika Serikat dan Jerman memiliki perbedaan yang mencolok. Di Amerika, sistem media benar-benar dikomersialisasikan, sementara sistem media di Jerman lebih bersifat gabungan antara media yang berorientasi pada keuntungan dan yang bersifat publik, seperti yang ditemukan di sektor televisi. Selain itu media cetak di Jerman memiliki profil politik yang dapat dikenal.
Hubungan antara tingkat komersialisasi media dan gaya kebijakan (politik) informasi dapat dilihat pada penekanan biaya perolehan informasi serendah mungkin di saat persaingan ekonomi antar media semakin meningkat. Tapi ini membuat media mudah terpengaruhi pesan-pesan atau “titipan” Humas Politik yang disesuaikan dengan standar berita dan logika media. Karena itu gaya humas politik yang berorientasi pada media lebih cocok diterapkan di negara-negara dengan sistem media yang dikomersialisasikan. Sementara gaya politik new managements diterapkan di negara-negara yang tatanan medianya masih memakai sistem badan-publik, seperti yang berlaku di Jerman. Media publik ini memenuhi tugas yang disebut tugas (pelayanan/pengabdian) publik dan karenanya mendapat pengawasan politik atau publik.
Perbedaan-perbedaan dalam budaya komunikasi politik?
Dengan latar belakang kondisi struktur politik dan media yang diuraikan di atas dapat diduga bahwa budaya komunikasi politik di Amerika dan di Jerman memiliki perbedaan. Budaya komunikasi politik yang berlaku di Amerika adalah budaya yang norma-normanya dan aksi-aksi pelakunya harus menyesuaikan diri dengan kriteria-kriteria seleksi yang didiktekan oleh media dan karenanya penetapan tujuan-tujuan kegiatan Humas politik pun harus berorientasi pada media.
Karena pelaku-pelaku politik sangat tergantung pada komunikasi melalui media dalam rangka merealisasikan visi-visi politik mereka dan memperoleh dukungan publik, maka sangat mungkin pedoman ini juga mempengaruhi peran komunikasi dan norma-norma interaksi. Sebaliknya, untuk komunikasi politik di Jerman, gaya politiklah yang mempengaruhi peran komunikasi dan penetapan tujuan pada kegiatan Humas politik. Di negara Jerman sejauh ini muncul masalah menyangkut norma-norma interaksi, yakni bila pelaku-pelaku politik dan juru bicaranya dalam berhubungan dengan pihak wartawan kurang menjaga jarak. Karena itu harus dicari norma-norma yang berfungsi secara equivalen, norma-norma yang meningkatkan peluang bagi juru bicara politik untuk menempatkan pesan-pesan mereka seoptimal mungkin di media.

IV.               KESIMPULAN

Di Amerika, media merupakan sumber strategis yang sangat menentukan bagi kemampuan untuk melakukan tindakan politik. Aturan-aturan media bagi para pelaku komunikasi politik adalah aturan-aturan formulasi dan realisasi politik juga. Sebaliknya di Jerman, konstelasi politik masih cukup kuat sehingga disamping logika media, logika politik masih relatif dominan.










V.                 DAFTAR PUSTAKA

Almond Gabriel.A dan Sidney Verba, 1990, Budaya Politik, Jakarta, Bumi Aksara
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, 2000, Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat
Cipto, Bambang, Politik dan Pemerintahan Amerika, Yogyakarta, Lingkaran Buku
Rodee, Carlton Clymer, dkk. 2006, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada
Winarno, Budi 2007, Kebijakan Publik Teori dan Proses, Yogjakarta: Media Pressindo

0 comment:

Posting Komentar

give me a positive comment :)

 

Copyright © 2010 Every Step That I Take Along With God Blogger Template by Dzignine