PERBANDINGAN BUDAYA POLITIK
DI AMERIKA SERIKAT DAN JERMAN
DISUSUN OLEH : KELOMPOK IV
Ketua Kelompok : Ria Rosianna Simbolon (1002045106)
Arom Abdun Nafi (1002045109)
Yunita Dwi Kartika Sari (1002045110)
Destin Riri Syara (1002045111)
Achmad Salim (1002045113)
Yohanna Claudia Manalu (1002045116)
HUBUNGAN
INTERNASIONAL ‘10
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS
MULAWARMAN
I.
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Kehidupan politik yang merupakan bagian
dari keseharian dalam interaksi antar warga negara dengan pemerintah, dan
institusi-institusi di luar pemerintah (non-formal), telah menghasilkan dan
membentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang praktik-praktik
perilaku politik dalam semua sistem politik. Oleh karena itu, seringkali kita
bisa melihat dan mengukur pengetahuan-pengetahuan, perasaan dan sikap warga
negara terhadap negaranya, pemerintahnya, pemimpin politik dan lain-lain. Budaya politik,
merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi
masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan,
proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat
terhadap kekuasaan yang memerintah.Dengan
demikian, budaya politik langsung
mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan keputusan nasional yang menyangkut pola pengalokasian sumber-sumber
masyarakat.
Pemilihan umum (pemilu) dan
komunikasi politik merupakan salah satu parameter dalam melihat bagaimana
budaya politik yang berjalan di suatu negara. Pemilu adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi
jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam,
mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat
secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public
relations,
komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan.
Semua fungsi yang
dijalankan oleh sistem politik tersebut pada dasarnya dilaksanakan melalui
sarana komunikasi. Proses komunikasi terjadi pada saat fungsi-fungsi yang lain
dijalankan. Komunikasi politik menyambungkan antar semua bagian dari sistem
politik, sehingga sistem politik itu bisa berjalan dengan baik. Oleh karenanya,
komunikasi politik tidak dapat dilupakan begitu saja.
Amerika Serikat
dan Jerman merupakan negara maju yang memiliki persamaan dan perbedaan dalam
budaya politiknya. Untuk itu, pada pembahasan kali ini akan dijabarkan
bagaimana partisipasi politik di Amerika Serikat dan Jerman dalam pemilihan
umum di kedua negara serta menggambarkan komunikasi politiknya agar dapat
diketahui bagaimana budaya politik yang terjadi di kedua negara maju tersebut.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
SEJARAH
BUDAYA POLITIK
Budaya
politik merupakan pendekatan yang cukup akhir di dalam ilmu politik. Konsep
budaya politik baru muncul pada akhir Perang Dunia II, sebagai dampak
perkembangan politik Amerika Serikat karena adanya revolusi politik yang
dikenal Behavioral Revolution (Behavioralism), sebagai dampak
penguatan dari paham positivisme, yaitu paham yang percaya bahwa
ilmu sosial mampu memberikan penjelasan terkait gejala-gejala alam, dalam ilmu
sosial, termasuk ilmu politik.
Salah satu faktor penopang lahirnya behavioural
revolution ini adalah muncul dan berkembangnya kecenderungan
baru dalam dunia penelitian, yaitu kecenderungan untuk mengadakan penelitian
survei (survey research) yang dapat menjangkau responden dalam jumlah
yang sangat besar, guna memahami sikap, orientasi, dan perilaku kalangan
masyarakat disertai latar belakang sosial, ekonomi, dan politiknya. Biasanya
digunakan dalam penelusuran opini publik terkait pemilihan presiden, senator
dan gubernur di Amerika Serikat,sebagaimana dilakukan oleh lembaga peneliti
opini publik yang bekerja sama dengan media massa. Didukung dengan
penemuan komputer yang membantu analisa data dalam waktu singkat dan mencakup
jumlah yang tidak terbatas sehingga memudahkan para ilmuwan dalam memberikan
penjelasan, dalam memahami masalah sosial, ekonomi dan politik.
Dampak yang terlihat dari behavioural
revolution yakni munculnya sejumlah teori, baik yang bersifat grand maupun middle
level theory yang juga diperkaya berbagai istilah seperti system
analysis, interest aggregation, interest articulation, political socialization,
politic culture, conversion, rule making, rule application, rule adjudication,
dan lain sebagainya.
Pendekatan
ini mulai dikenal khalayak setelah dua peneliti Amerika Serikat yaitu Gabriel A. Almond dan Sydney Verba
menyelesaikan penelitian dan hasil dari penelitian tersebut dituangkan dalam
buku mereka yang berjudul Budaya Politik. Buku tersebut merupakan hasil kajian
antara tahun 1969 sampai dengan 1970 atas 5000 responden yang tersebar di 5
negara: Amerika Serikat, Inggris, Italia, Meksiko, dan Jerman Barat.Teori budaya
politik dipakai untuk memahami teori sistem politik David Easton, yang
dikembangkan oleh Gabriel Almond.
B. PENGERTIAN BUDAYA POLITIK MENURUT PARA AHLI
Terdapat banyak sarjana ilmu politik yang telah mengkaji tema budaya
politik, sehingga terdapat variasi konsep tentang budaya politik yang kita
ketahui. Namun bila diamati dan dikaji lebih jauh, tentang derajat perbedaan
konsep tersebut tidaklah begitu besar, sehingga tetap dalam satu pemahaman dan
rambu-rambu yang sama. Berikut ini merupakan pengertian dari beberapa ahli ilmu
politik tentang budaya politik.
Gabriel A. Almond dan Sidney Verba : Budaya
politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas oleh warga negara terhadap
sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga
negara yang ada di dalam sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi
pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa
itu.
Rusadi Sumintapura : Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku
individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para
anggota suatu sistem politik.
Alan R. Ball
: Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri
dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan
dengan sistem politik dan isu-isu politik.
Austin Ranney
: Budaya politik adalah seperangkat
pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara
bersama-sama; sebuah pola orientasi-orientasi terhadap objek-objek politik.
Berdasarkan
beberapa pengertian tersebut diatas, maka dapat ditarik beberapa batasan
konseptual tentang budaya politik sebagai berikut :
Pertama : bahwa konsep budaya politik
lebih mengedepankan aspek-aspek non-perilaku aktual berupa tindakan, tetapi
lebih menekankan pada berbagai perilaku non-aktual seperti orientasi,
sikap, nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan.
Kedua : hal-hal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sistem politik
Ketiga : budaya politik merupakan
deskripsi konseptual yang menggambarkan komponen-komponen budaya politik dalam
tataran masif (dalam jumlah besar), atau mendeskripsikan masyarakat di suatu
negara atau wilayah, bukan per-individu.
III.
PEMBAHASAN
A. TIPE-TIPE BUDAYA
POLITIK
Menurut
Almond dan Verba, budaya politik memiliki tipe-tipe tersendiri. Melalui hasil
penelitian mereka di 5 negara, keduanya menyimpulkan bahwa terdapat 3 budaya
politik yang dominan terdapat di tengah individu. Tipe budaya politik sendiri
berarti jenis kecenderungan individu di dalam sistem politik. Tipe-tipe budaya
politik yang ada yaitu :
1. Budaya Politik Parokial (parochial
political culture)
Di dalam tipe budaya politik ini,
tidak ada peran politik yang bersifat khusus. Individu-individu
memiliki pengharapan dan kepedulian yang rendah terhadap pemerintah dan pada
umumnya tidak merasa terlibat
karena masyarakatnya kadang tidak merasa sebagai warga negara. Masyarakat
seperti ini lebih mengidentifikasikan dirinya pada perasaan lokalitas.
2. Budaya Politik Subyek (subject
political culture)
Budaya
politik subyek adalah budaya politik yang tingkatannya lebih tinggi dari
parokial oleh sebab individu merasa bahwa mereka adalah bagian dari warga suatu
negara.Dalam budaya politik subjek, anggota masyarakat memiliki minat,
perhatian, dan mungkin pula kesadaran terhadap sistem politik secara
keseluruhan terutama terhadap hasil dari sistem politik itu sendiri.
Perhatiannya terhadap sistem politik sangat rendah terutama pada aspek input
sementara kesadarannya sebagai aktor politik belum tumbuh. Secara umum mereka
menerima segala keputusan dan kebijaksanaan yang diambil oleh pejabat yang
berwenang dalam masyarakat.
3. Budaya Politik Partisipan (partisipan
political culture)
Budaya
politik partisipan adalah budaya politik yang lebih tinggi tingkatannya
ketimbang subyek.Dalam budaya politik partisipan, masyarakat tidak begitu saja
menerima keputusan politik, karena dirinya merasa sebagai anggota aktif dalam
kehidupan politik tidak memiliki hak dan tanggung jawab, ini menunjukkan pada
orang-orang yang melibatkan diri dalam kegiatan politik.
Namun dalam kenyataan tidak ada satupun negara yang memiliki budaya politik
murni partisipan, pariokal atau subyek. Melainkan terdapat variasi campuran di
antara ketiga tipe-tipe tersebut, ketiganya menurut Almond dan Verba tervariasi
ke dalam tiga bentuk budaya politik, yaitu :
a. Budaya politik subyek-parokial (the parochial- subject culture)
b. Budaya politik subyek-partisipan (the subject-participant culture)
c. Budaya politik parokial-partisipan (the parochial-participant culture)
B.
SOSIALISASI POLITIK
DAN KOMUNIKASI POLITIK
Sosialisasi
politik merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik pada anggota
masyarakat. Menurut Gabriel A. Almond,
sosialisasi politik menunjuk pada proses di mana sikap-sikap politik dan
pola-pola tingkah laku politik di peroleh atau dibentuk, dan merupakan sarana
bagi suatu generasi untuk menyampaikan patokan-patokan politik dan
keyakinan-keyakinan politik pada generasi penerusnya.
Pada
hakikatnya, sosialisasi politik merupakan suatu proses untuk memasyarakatkan
nilai-nilai dan budaya politik ke dalam suatu masyarakat. Sosialisai politik sangat
penting dalam upaya politik. Gabriel A.
Almond mengemukakan pentingnya sosialisasi politik dalam pengembangan
budaya politik sebagai berikut :
a. Membentuk kebudayaan politik suatu bangsa
b. Mentransmisikan kebudayaan politik suatu bangsa.
c. Memelihara
kebudayaan politik suatu bangsa dalam bentuk penyampaian kebudayaan dari generasi
tua kepada generasi muda.
d. Mengubah kebudayaan politik
Dalam suatu sistem politik negara,
fungsi sosialisasi menunjukkan bahwa semua sistem politik cenderung berusaha
mengekalkan kultur dan struktur mereka sepanjang waktu. Pada sisi lain, sosialisasi
politik merupakan proses induksi ke dalam suatu kultur politik yang dimiliki
oleh sistem politik yang dimaksud.
Hasil akhir proses ini adalah
seperangkat sikap mental, kognisi (pengetahuan), standar nilai-nilai dan
perasaan-perasaan terhadap sistem politik dan aneka perannya serta peran yang
berlaku. Hasil proses tersebut juga pengetahuan tentang nilai-nilai yang
mempengaruhi, serta perasaan mengenai masukan tentang tuntutan dan claim terhadap
sistem, dan output otorotatif-nya.Dalam proses sosialisasi politik
kaitannya dengan fungsi komunikasi politik, berhubungan dengan
struktur-struktur yang terlibat dalam sosialisasi serta gaya sosialisasi itu
sendiri. Almond, mengatakan
bahwa sosialisasi politik bisa bersifat nyata (manifes) dan bisa pula
tidak nyata (laten).
Sosialisasi
Politik Manifes
|
Sosialisasi
Politik Laten
|
Berlangsung
dalam bentuk transmisi informasi, nilai-nilai atau perasaan terhadap peran,
input dan output sistem politik.
|
Dalam bentuk
transmisi informasi, nilai-nilai atau perasaan terhadap peran, input dan
output mengenai sistem sosial yang lain seperti keluarga yang mempengaruhi
sikap terhadap peran, input dan output sistem politik yang analog (adanya
persamaan).
|
Negara yang sudah maju seperti Amerika
Serikat dan Jerman arus informasinya relatif homogen. Para elite politik
pemerintahan mempunyai sumber-sumber informasi khusus melalui birokrasi atau surat
kabar tertentu yang ditujukan pada kelompok politik tertentu. Dengan demikian,
semua kelompok masyarakat mempunyai akses ke suatu arus informasi dan media
massa yang relatif homogen dan otonom sehingga hambatan-hambatan bahasa atau
orientasi kultural sangat minim. Masyarakat dapat melakukan kontrol terhadap
para elite politik dan sebaliknya kaum elite-pun dapat segera mengetahui
tuntutan masyarakat dan konsekuensi dari segala macam tindakan pemerintah.
C.
PARTISIPASI POLITIK
Pembahasan tentang budaya politik tidak
terlepas dari partisipasi politik warga negara. Partisipasi politik pada
dasarnya merupakan bagian dari budaya politik, karena keberadaan
struktur-struktur politik di dalam masyarakat, seperti partai politik, kelompok
kepentingan, kelompok penekan dan media masa yang kritis dan aktif. Hal ini
merupakan satu indikator adanya keterlibatan rakyat dalam kehidupan politik
(partisipan).
Bagi sebagian kalangan, sebenarnya
keterlibatan rakyat dalam proses politik, bukan sekedar pada tataran formulasi
bagi keputusan-keputusan yang dikeluarkan pemerintah atau berupa kebijakan
politik, tetapi terlibat juga dalam implementasinya yaitu ikut mengawasi
dan mengevaluasi implementasi kebijakan tersebut. Partisipasi Politik adalah kegiatan seseorang atau
sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, seperti
memilih pimpinan negara atau upaya-upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah. 5
bentuk partisipasi politik yaitu ;
(1).
Memberikan Suara (voting) merupakan partisipasi dalam bentuk keikutsertaan
pemilihan umum atau memberikan suara adalah bentuk yang paling umum dan sangat
dikenal.
(2).
Ikut berkampanye merupakan memberikan suara seseorang dengan berbagai kegiatan
mulai dari penyebaran pamflet, pemasangan poster, spanduk, stiker untuk gedung,
dan bumper mobil hingga menyiapkan tempat pemungutan suara.
(3).
Kegiatan komunitas muncul sebagai alternatif dari pemilihan yang sudah tentu
hanya berlangsung pada saat-saat tertentu.
(4).
Mengontak Pejabat (Contacting Official) merupakan arti sesungguhnya dimana
adanya pertemuan langsung antara rakyat dan wakil rakyat sebagai upaya
menegakkan demokrasi.
(5). Protes sebagai bentuk partisipasi cenderung
dilakukan secara damai dan berlangsung diberbagai kota di negara bagian atas
berbagai isu.
(6).
Mencalonkan diri digunakan untuk merebut jabatan publik dan merupakan bentuk
partisipasi yang paling dinamis.
D.
PARTISIPASI
POLITIK MELALUI PEMILU DI AMERIKA SERIKAT
Pada
hakikatnya disemua negara demokrasi industri, kekayaan, dan hak istimewa juga
kesempatan tidak sama rata, begitu pula dengan Amerika Serikat. Kesempatan
inilah yang dilihat oleh partai radikal untuk menarik simpatik dan suara dalam
pemilu yang diadakan. Tingkat kesadaran
golongan disana tergolong kecil. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, yaitu :
1.
Tidak ada warisan feodal
Amerika
Serikat telah membangun modernisasi sejak awal dibentuk, hal itu dilakukan setelah
penghapusan pribumi berkulit merah. Pada waktu itu tidak ada golongan budak
yang terikat pada pemilik suatu lahan pertanian. Tidak ada warisan feodal yang
diwariskan seperti yang terjadi di negara-negara yang ada di Eropa. Selain itu,
disana tidak ada aristokratis pemilik tanah ataupun gereja yang berpengaruh
besar dalam sistem yang ada tersebut. Sehingga moderenisasi ekonomi dapat
dilakukan tanpa pemerintah harus menggunakan otoritasnya menyapu bersih
sisa-sisa feodalisme. Menandakan bahwa pemerintahan yang berada di Amerika
Serikat tidak terpusat dan sangat terpecah-pecah, meskipun ekonominya bertumbuh
dan berkembang dengan sangat pesat.
2.
Integrasi Sosial dari Buruh Amerika
Bukan
suatu kebetulan bahwa, pernyataan yang paling jelas tentang kesadaran golongan
dalam sejarah Amerika Serikat terjadi pada akhir abad 19 dan permulaan abad 20,
dalam suasana industrialisasi yang cepat. Akan tetapi untuk sebagian besar dan
setelah munculnya jaminan-jaminan hukum dari New Deal (1930-an) yang mengenai hak-hak kaum buruh untuk
berserikat dan untuk mengadakan tawar menawar secara kolektif. Persengketaan
golongan kaum industri di Amerika Serikat merupakan perjuangan diam-diam yang
diadakan pada batas-batas hukum dan Undang-Undang Dasar. Keadaan ini juga yang
menjelaskan mengapa disana tidak pernah ada partai sosialis yang kuat (terutama
untuk kaum buruh), apalagi partai revolusioner yang mengibarkan bendera
sosialisme ataupun komunisme. Keadaan ini juga yang dapat menjelaskan mengapa
di Amerika Serikat sosialisme adalah perkataan kotor bahkan bagi kebanyakan
pekerja.
3.
Akibat Sistem Elektoral
Dalam
sejarah politik di Amerika Serikat , sistem pemilihan Simple-Plurality (SP)
dari distrik yang tunggal terlihat menonjol tetapi tidak ditetapkan dalam
sebuah Undang-Undang Dasar. Terkadang gerakan-gerakan dari partai ketiga yang
kedaerahan menunjukan telah menumpuknya kekuatan yang mengancam partai-partai
besar.
4.
Golongan Sosial dan Pemilihan Presiden
Karena
setiap 4 tahun sekali diadakannya pemilu untuk memilih Presiden, partai-partai
besar terpaksa mencari dasar yang sesuai dengan program untuk menarik sebagian
besar atau semua kelompok sosial di masyarakat Amerika. Meskipun adanya
perbedaan berdasarkan taraf penghidupan dalam masyarakat, pemilihan Presiden
memerlukan pembentukan koalisi-koalisi pemilihan yang akan memotong lintas
daerah perpecahan ini.
Singkatnya,
meskipun ada perbedaan besar dalam kekayaan, pendapatan dan hak-hak
istimewa menjadi ciri masyarakat di
Amerika. Namun rendahnya kesadaran golongan dalam kelompok-kelompok masyarakat
Amerika dan sifat-sifat pemebentukan koalisi dalam pemilihan Presiden membuat
politik Amerika Serikat relatif pragmatis, tidak ideologis dan ditandai oleh persaingan
sedang antara dua partai yang lebih mempunyai kesamaaan daripada perbedaan
mereka.
Proses
pembuatan kebijaksanaan makin terbagi oleh perkembangan suatu sistem komite
legislatif yang sangat kompleks, yang relatif otonom dalam daerah spesialisasinya
denga peran pemerintah yang bertambah dalam masyarakat. Dengan moderenisasi ekonomi, angka
kelompok-kelompok yang terorganisasi yang mewakili keperntingan tertentu telah
bertambah jumlahnya dan menambah segi lain pembagian sistem kedalam proses
pembuatan kebijaksanaan. Maka partai yang ada secara tidak langsung diminta
untuk memberikan perpaduan dan arah sistem politik yang sengaja direncanakan
dari abad ke-18. Mereka diminta untuk mngorganisasi dan mengkoordinasi
kebijaksanaan pemerintah yang ada.
Partai-partai
yang berdasarkan patronase mengaitkan pemilih dengan penjahat melalui jaringan
aliansi partisan karena pegnurus partai sangat penting untuk menggerakan suara
pada waktu pemilihan. Jadi setiap pembaharuan politik yang dihubungkan dengan
kepegawaian negeri dan progesivisme hanya mempunyai dampak terbatas pada
organisasi dan kerja partai-partai pada tingkat nasional dan dinegara bagian.
Perubahan
itu terjadi ditahun 1950-an dimana pada saat bersamaan diciptakan dan
diproduksinya televisi dan tentu saja hal itu sangat tidak terduga. Pemberitaan
televisi nasional mengenai sidang-sidang partai Demokrasi dan Republik ditahun
1952. Pada waktu pemilihan Presiden pada 1960 ditambah lagi dengan perdebatan
calon wakil Presiden Richard Nixon dan Senator John Kennedy dan lebih dari 100
juta orang di Amerika telah menyaksikan peristiwa kampanye itu di tv.
Berikut
ini adalah dampak televisi pada kehidupan politik Amerika Seriakat;
1. Anggota
partai yang berasal dari rakyat jelata tidak menjadi masalah.
2. Televisi
menjadi sangat penting dalam politik, tetapi juga menjadi sangat mahal bagi
para politisi.
3. Pemakaian
waktu penyiaraan di televisi secara efektif juga berarti menyewa orang-orang
media yang profesional yang tau bagaimana cara ‘memborong’ produknya.
4. Televisi
telah memungkinkan para calon menjangkau lebih jauh para pendukung partai dan
kepentingan jutaan pemilih dalam sekejap.
5. Tujuan
berita ditelevisi bukanlah memberi informasi kepada para pemirsa melainkan
mencari keuntungan bagi pemilik pemancar televisi.
Dalam
melaporkan kejadian politik, televisi telah mengangkat nilai kepentingan bagi
pemirsa dengan memusatkan perhatian pribadinya dan pertentangan yang ada nyata
didepan mereka. Jadi televisi memperkuat kecendrungan alamiah para pemirsa
untuk melihat apa yang tampak ketimbang melihat hakikatnya. Dengan demikian
televisi mengangkat calon jauh lebih tinggi dari kenyataanya bukan pada partai
dia berasal. Kesalahan itu tidak semata-mata pada politikus atau pada televisi
melainkan pada kita sendiri dan apa yang kita sukai.
Mengapa
jumlah pemilih di Amerika Serikat menurun?
Pemilhan
di amerika mengandung hal-hal yang unik. Pertama,pemilihan di negera ini
bersifat sukarela (voluntary). Tidak ada paksaan sama sekali bagi setiap warga
untuk memilih pemerintah dan memberikan kebebasan penuh bagi semua warga negara
dalam hal memilih sesuai dengan prinsip kebebasan individu. Sekalipun demikian,
Amerika Serikat termasuk salah satu negara atau mungkin satu-satunya yang kegiatan
pemilihannya paling banyak di dunia.
Pemilihan
tidak hanya dilakukan untuk memilih presiden atau anggota kongres namun juga
untuk memilih gubernur, anggota kongres negara bagian,walikota,,bahkan kepala
sekolah. Dalam praktek ribuan jabatan politik di Amerika Serikat hanya mungkin
di dapat lewat pemilihan.
Gabungan
antara prinsip kebebasan individu dan banyaknya jenis-jenis pemilihan justru
menurunkan angka pemilihan khususnya pemilihan nasional (general election).
Jika di Eropa dan negara Asia jumlah pemilih cukup tinggi antara 70% hingga
90%, di Amerika Serikat pemilih yang aktif memilih hanya sekitar 60%. Antara
tahun 1870 hingga 1880 jumlah angka pemilih mencapai puncaknya, yakni sekitar
80% hingga 85%. Namun sesudah tahun 1880 jumlah angka pemilih secara bertahap
mulai berkurang hingga mencapai angka terendah pada tahun 1920-an, yakni
sekitar 50%. Angka ini kemudian meningkat lagi, namun sampai dengan tahun 1984
jumlah peserta dalam pemilihan tidak pernah lagi mencapai angka di atas
60%.jumlah pemilih dalam pemilihan presiden tahun 1996 bahkan kurang dari
50%.dalam pemilihan di tingkat negara bagian angkanya justru semakin menurun.
Misalnya, pemilihan untuk anggota kongres yang tidak bersamaan waktunya dengan
pemilihan presiden biasanya hanya di hadiri oleh tidak kurang dari 40% pemilih.
Ada beberapa sebab mengapa angka peserta pemilihan di Amerika Serikat paling
rendah di bandingkan dengan pemilihan di negara maju.
Persoalan pendaftaran calon pemilih.
Masalah
pendaftaran pemilih ternyata menimbulkan rasa malas bagi penduduk Amerika
Serikat untuk ikut dalam pemilihan. Rasa malas ini muncul karena beberapa
persyaratan yang cukup ketat bagi masyarakat modern yang sangat mobil atau
berpindah-pindah. Pertama, untuk pemilihan presiden pemilih harus sudah tinggal
selama 30 hari. Kedua, untuk pemilihan anggota kongres pemilih harus tinggal
selama 50 hari. Ketiga, orang amerika cenderung berpindah dari satu negara
bagian ke negara bagian lain, keadaan ini dengan sendirinya menurunkan jumlah
pemilih yang memenuhi syarat tinggal.
Beberapa
penyebab lain yang membuat pemilih agak malas untuk datang ke tempat pemilihan
adalah sebagai berikut ;
A. Tempat
pemilihan yang jauh dari rumah dan kondisi lingkungan yang keras atau karena
cuaca buruk.
B. Mungkin
saja tidak ada calon-calon yang cukup sepadan satu sama lain sehingga
persaingan tidak tampak ketat.
C. Beberapa
negara bagian mencabut hak suara bagi orang-orang yang sedang menjalani hukuman
atau bekas narapidana.
Pemilu Di Amerika Serikat
Amerika
Serikat memiliki pemerintah federal , dengan pejabat terpilih di
tingkat federal (nasional), negara bagian dan lokal. Pada tingkat
nasional, kepala negara , para Presiden , dipilih langsung oleh
rakyat, melalui elektoral . Di zaman modern, para
pemilih hampir selalu memilih dengan suara populer negara mereka. Semua
anggota legislatif federal, Kongres , secara langsung dipilih.
Negara
hukum mengatur sebagian besar aspek hukum pemilu, termasuk pendahuluan,
kelayakan pemilih (luar definisi konstitusi dasar), menjalankan electoral
college masing-masing negara, dan menjalankan pemilihan negara bagian dan
lokal.
Pembiayaan
pemilu selalu kontroversial, karena sumber keuangan swasta membuat sejumlah
besar sumbangan kampanye, terutama dalam pemilu federal. Pemerintah
federal juga telah terlibat dalam upaya untuk meningkatkan partisipasi pemilih , dengan langkah-langkah
seperti Registration Act Pemilih Nasional 1993 .
Tahapan
Sistem Pemilihan Presiden di Amerika Serikat
I. Nominasi : Nominasi adalah dukungan resmi parpol kepada calon presiden. Proses nominasi yang sesungguhnya akan berakhir dalam konvensi nasional partai (biasanya pada musim panas atau tepatnya pada akhir Juli atau awal Agustus menjelang pilpres pada bulan November). Ada 2 tradisi model nominasi yang dilakukan di Amerika, melalui sistem Caucus dan Primary Election. Caucus dan primary memiliki fungsi sama. Setiap negara bagian memiliki otonomi penuh, maka setiap negara bagian berhak menentukan model electoral mereka masing-masing.
1. Caucus : Sistem Caucus ini memberi legitimasi bagi elite-elite (ketua) partai. Ketua partai menetukan siapa yang akan dikirim sebagai delegasi dalam konvensi partai nasional. wakil partai/elite partai bertemu untuk memilih kandidat presiden menurut suara mayoritas. Dalam sistem ini, dominasi bos partai terhadap penentuan anggota delegasi memudahkan bos partai untuk mengendalikan para delegasi dalam konvensi nasional untuk menentukan calon presiden dari partai. Tetapi, akhir-akhir ini penggunaan sistem caucus dalam menentukan para delegasi mulai berkurang dibandingkan dengan sistem presidential primary.
2. Primary Election : Alrnatif lain sebagai tahap awal penentuan presiden adalah melalui pemilihan primary (primary election). Dalam proses ini para pemilih memberikan suara kepada para calon delegasi dalam konvensi partai. Primary election tidak hanya memilih delegasi namun juga merupakan indikasi awal apakah seorang calon dapat memenangkan pemilihan. Ada dua model primary election, yaitu primary election terbuka dan primary election tertutup. Di setiap negara bagian memiliki sistem yang berbeda:
a. Primary Election Terbuka : Contoh model terbuka ini seperti di Michigan, South Carolina, Virginia dsb. Pada sistem ini setiap calon pemilih, baik anggota atau pendukung partai demokrat, republik atau independen, boleh memilih calon dari partai manapun.
b. Primary Election Tertutup : Namun untuk di beberapa negara bagian lain, seperti di California dan NY, primary election dilakukan dalam sistem tertutup. Artinya, hanya anggota Partai Republik yg boleh ikut pemilihan primary calon presiden dari republik dan anggota Partai Demokrat yang ikut primary calon presiden dari demokrat. Karena setiap negara bagian memiliki otonomi penuh, maka setiap negara bagian berhak menentukan model electoral mereka masing-masing.
II. Konvensi Nasional : Konvensi nasional merupakan tahap akhir dari penentuan calon presiden dari partai. Konvensi nasional ini biasanya berlangsung selama 4 hari. Tetapi pada umumnya para delegasi di konvensi nasional telah mengetahui siapa yang bakal dinominasi sebagai calon presiden (didapatkan dari primary election dan caucus). Para kandidat sudah terseleksi dalam pemilihan primer. Konvensi partai hanya mengukuhkan, tidak memilih, kandidat. Karena itu, semuanya dapat diatur dengan seksama.Setelah konvensi nasional masing-masing partai menetapkan calon presidennya masing-masing, maka mereka akan bertarung dalam pemilu bulan Nopember.
I. Nominasi : Nominasi adalah dukungan resmi parpol kepada calon presiden. Proses nominasi yang sesungguhnya akan berakhir dalam konvensi nasional partai (biasanya pada musim panas atau tepatnya pada akhir Juli atau awal Agustus menjelang pilpres pada bulan November). Ada 2 tradisi model nominasi yang dilakukan di Amerika, melalui sistem Caucus dan Primary Election. Caucus dan primary memiliki fungsi sama. Setiap negara bagian memiliki otonomi penuh, maka setiap negara bagian berhak menentukan model electoral mereka masing-masing.
1. Caucus : Sistem Caucus ini memberi legitimasi bagi elite-elite (ketua) partai. Ketua partai menetukan siapa yang akan dikirim sebagai delegasi dalam konvensi partai nasional. wakil partai/elite partai bertemu untuk memilih kandidat presiden menurut suara mayoritas. Dalam sistem ini, dominasi bos partai terhadap penentuan anggota delegasi memudahkan bos partai untuk mengendalikan para delegasi dalam konvensi nasional untuk menentukan calon presiden dari partai. Tetapi, akhir-akhir ini penggunaan sistem caucus dalam menentukan para delegasi mulai berkurang dibandingkan dengan sistem presidential primary.
2. Primary Election : Alrnatif lain sebagai tahap awal penentuan presiden adalah melalui pemilihan primary (primary election). Dalam proses ini para pemilih memberikan suara kepada para calon delegasi dalam konvensi partai. Primary election tidak hanya memilih delegasi namun juga merupakan indikasi awal apakah seorang calon dapat memenangkan pemilihan. Ada dua model primary election, yaitu primary election terbuka dan primary election tertutup. Di setiap negara bagian memiliki sistem yang berbeda:
a. Primary Election Terbuka : Contoh model terbuka ini seperti di Michigan, South Carolina, Virginia dsb. Pada sistem ini setiap calon pemilih, baik anggota atau pendukung partai demokrat, republik atau independen, boleh memilih calon dari partai manapun.
b. Primary Election Tertutup : Namun untuk di beberapa negara bagian lain, seperti di California dan NY, primary election dilakukan dalam sistem tertutup. Artinya, hanya anggota Partai Republik yg boleh ikut pemilihan primary calon presiden dari republik dan anggota Partai Demokrat yang ikut primary calon presiden dari demokrat. Karena setiap negara bagian memiliki otonomi penuh, maka setiap negara bagian berhak menentukan model electoral mereka masing-masing.
II. Konvensi Nasional : Konvensi nasional merupakan tahap akhir dari penentuan calon presiden dari partai. Konvensi nasional ini biasanya berlangsung selama 4 hari. Tetapi pada umumnya para delegasi di konvensi nasional telah mengetahui siapa yang bakal dinominasi sebagai calon presiden (didapatkan dari primary election dan caucus). Para kandidat sudah terseleksi dalam pemilihan primer. Konvensi partai hanya mengukuhkan, tidak memilih, kandidat. Karena itu, semuanya dapat diatur dengan seksama.Setelah konvensi nasional masing-masing partai menetapkan calon presidennya masing-masing, maka mereka akan bertarung dalam pemilu bulan Nopember.
Pada
pemilu Nopember itu, rakyat AS memilih electors dari masing-masing distrik yang
kemudian akan menetapkan siapa presiden AS dalam suatu mekanisme atau lembaga yang
disebut electoral college. Dengan kata lain, dalam tahap inipun rakyat AS tidak
memilih langsung presidennya tetapi melalui perwakilan. Setelah national
primary, The real national election mempresentasikan pemenang Democrat dan
Republican. Round ini disebut sebagai run off. Pemenang dari kompetisi election
ini adalah pemenang mutlak sebagai president.
III. Pemilihan Nasional (Electoral College) : Electoral College System adalah sistem pemilihan presiden di Amerika. Meskipun pemilihan presiden Amerika sering disebut sistem pemilihan langsung, namun sesungguhnya pemilihan tidak dilakukan secara langsung. Pemilihan dilakukan dalam 2 tahap.
Tahap I : Dilakukan oleh rakyat Amerika secara langsung untuk mendapatkan population votes. Pemilihan langsung ini tidak memilih nama presiden namun memilih para electors di masing2 negara bagian.
Tahap II : Tahapan kedua adalah pemilihan presiden oleh para electors. Para pemilih presiden atau presidential electors di tiap negara bagian merupakan gabungan dari jumlah Senator negara bagian (semua negara bagian sama yaitu 2 orang senator) ditambah dengan jumlah anggota House yang berbeda jumlahnya antara satu negara bagian dengan negara bagian lainnya.
III. Pemilihan Nasional (Electoral College) : Electoral College System adalah sistem pemilihan presiden di Amerika. Meskipun pemilihan presiden Amerika sering disebut sistem pemilihan langsung, namun sesungguhnya pemilihan tidak dilakukan secara langsung. Pemilihan dilakukan dalam 2 tahap.
Tahap I : Dilakukan oleh rakyat Amerika secara langsung untuk mendapatkan population votes. Pemilihan langsung ini tidak memilih nama presiden namun memilih para electors di masing2 negara bagian.
Tahap II : Tahapan kedua adalah pemilihan presiden oleh para electors. Para pemilih presiden atau presidential electors di tiap negara bagian merupakan gabungan dari jumlah Senator negara bagian (semua negara bagian sama yaitu 2 orang senator) ditambah dengan jumlah anggota House yang berbeda jumlahnya antara satu negara bagian dengan negara bagian lainnya.
E.
PARTISIPASI
POLITIK MELALUI PEMILU DI JERMAN
Berbeda
dengan Amerika Serikat pasca runtuhnya Tembok Berlin, Jerman yang awalnya
dibagi menjadi dua bersatu kembali. Sebelumnya sekutu yang menang sangat
mengingikan terbentuknya lembaga-lembaga Jerman yang baru sehingga dapat
menghalangi terulangnya drama yang pernah terjadi. Melihat pengalaman Amerika
Serikat, mereka membentuk sebuah mahkamah konstitusional dengan kekuasaan
meninjau keputusan pengadilan yang bisa melindungi kebebasan sipil dan dapat
menggagalkan setiap undang-undang otoriter yang dikeluarkan parlemen atau cabang
eksekutif pemerintah serta membagi kekuasaan pemerintahannya. Tetapi presiden
tidak mempunyai mandat dari rakyat dan tidak mmpunyai wewenang konstitusional
yang luas. Titik berat politik diserahkan kepada Kanselir.
Ditahun
antara 1950-1960an Jerman mengalami perubahan yang sangat signifikan. Hal itu
tidak lepas dari peran partai Kristen Demokrat dan para pemimpinnya yang ada
tolok bandingnya, Konrad Adenauer. Dinamika yang memotong lintas perpecahan
membantu menegakkan stabilitas politik di Jerman selama jangka kritis pemulihan
keadaaan ekonomi dan perkembangan politik sesudah perang. Akan tetapi
ketidakstabilan yang berkaitan dengan parlemen multipartai terus terjadi.
Semenjak jumlah partai parlemen khususnya di Jerman Barat menurun,
partai-partai yang lebih ekstrim membuat partai-partai yang masih ada
mengurangi besarnya perbedaan ideologi mereka.
Melihat
hal tersebut perlunya menarik perhatian kelompok-kelompok sosial ekonomi dan
budaya dapat menghimpun mayoritas diparlemen. Dan strategi politik yang cerdik
sebagimana yang tertulis dalam kontitusi, dapat ‘memaksa’ partai-partai
melaksanakannya. Singkat kata bahwa kemungkinan terwujudnya demokrasi stabil
dan politik partai yang bertanggung jawab.
Namun
satu ukuran untuk memberikan penilaian secara intelektual ialah skeptisisme
yang wajar jika berusaha memperkirakan ke masa depan. Satu hal yang pasti
mengenai hari depan ialah bahwa masa itu barangkali datang lebih cepat dari
yang kita harapkan.
Pada
tahun 1999 orang Jerman telah mempunyai pengalaman setengah abad dengan
Undang-Undang Dasar mereka yaitu Grundgesetz. Para penyusun Geundgesetz pada
tahun 1948 mencakup para Perdana Menteri negara bagian di ketiga zone Barat
serta anggota Majelis Parlementer yang diutus oleh setiap parlemen negara
bagian.
Partai Politik, Organisasi
Massa dan Pemilu
a. Partai-Partai
di Bundestag
Sejak
pemilihan umum pertama untuk seluruh Jerman pada tahun 1990 ada enam partai
yang duduk dalam Bundestag, yaitu : Uni Demokrat Kristen Jerman (CDU), Partai
Sosialis Demokrat Jerman (SPD), Partai Demokrat Liberal (FDP), Uni Sosial
Kristen (CSU), Partai Sosialisme Demokratis (PDS) dan ikatan antara Kelompok 90
dan Partai Hijau.
b. Klausul
Pembatas.
Dari
36 partai yang ikut serta dalam pemilihan Bundestag pertama pada tahun 1949,
tinggal empat saja yang duduk dalam parlemen hasil pemilu 1990. Menurut klausul
itu, partai yang bisa mengirim wakilnya ke Bundestag hanyalah partai yang
berhasil mengantongi sedikitnya lima persen dari jumlah suara sah, atau
memenangkan tiga mandat langsung. Untuk kelompok minoritas, klausul pembatas
tidak diberlakukan.
c. Sistem
Pemilihan Umum
Setiap
4 tahun sekali diadakan pemilihan umum sesuai dengan peraturan yang ada untuk
memilih Bundestag (parlemen), Landtag (perwakilan negara bagian) dan Komunal.
Sistem pemilu ini bersifat keseluruhan, segera, bebas, rahasia, sama dan
tertutup, yang ditentukan wilayahnya.
Para
pemilih (warga negara Jerman yang sudah berumur 18 tahun) dipanggil untuk
memenuhi kewajibannya, setiap pemilih mempunyai 2 suara. Dengan suara pertama
dapat dipilih calon (kandidat) dari wilayah yang bersangkurtan, sedangkan suara
kedua menentukan partai untuk parlemen (Bundestag), partai-partai ini harus
mempunyai paling tidak 5 dari suara pemilih untuk harus mempunyai paling tidak
5 % dari suara pemilih untuk dapat masuk ke Parlemen (5 % klausal).Ada 598 kursi di parlemen Jerman,
Bundestag. Setengahnya, 299 kursi, diperebutkan melalui sistem pemilihan
langsung. Setengahnya lagi melalui sistem pemilihan proporsional berdasarkan
daftar kandidat.Setiap pemilih Jerman memilih dua kali di atas satu kertas
suara. Dengan suara pertama ia memilih nama seorang kandidat. Kandidat dengan
suara terbanyak di satu daerah pemilihan akan masuk parlemen. Sistem ini
disebut sebagai sistem pemilihan mayoritas. Dengan suara kedua, pemilih memilih
nama satu partai. Jumlah perolehan suara satu partai akan menentukan jumlah
kursi yang direbut di parlemen. Sistem ini disebut disebut sebagai sistem
pemilihan proporsional. Sistem pemilu di Jerman adalah campuran dari kedua
sistem itu.
Dalam pemilu di Jerman,
setiap pemilih memiliki 2 suara. Suara pertama adalah untuk memilih politisi
dari konstituen tertentu. Dengan cara ini mereka memilih sekitar separuh dari
keseluruhan kursi yang diperebutkan di Parlemen (Bundestag). Sedangkan suara
pilihan kedua diberikan kepada partai untuk mengisi kursi selebihnya. Masa
jabatan anggota legislatif di Jerman ialah 4 tahun, sehingga pemilu juga
diadakan setiap 4 tahun.
Azas pemilu di Jerman
adalah umum, langsung, bebas, setara, dan rahasia. Menurut Pasal 38 dan 39
Basic Law Jerman, ‘umum’ berarti seluruh warga negara yang berusia di atas 18
tahun memiliki hak pilih, ‘langsung’ bermakna pemilih memilih langsung anggota
legislatif mereka, ‘bebas’ berarti pemilih bebas dari tekanan siapapun dalam
menentukan pilihannya, ‘setara’ artinya setiap suara memiliki bobot yang sama,
dan ‘rahasia’ maksudnya tidak seorang pun boleh tahu siapa yang dipilihnya
kecuali yang bersangkutan memberitahukannya atas kemauan sendiri.Pemilihan umum
untuk semua Dewan Perwakilan Rakyat bersifat umum, langsung, bebas, sama dan
rahasia.Setiap warga negara Jerman yang telah berusia 18 tahun mempunyai hak
pilih, dengan syarat telah tinggal di Jerman selama paling sedikit tiga bulan
dan tidak kehilangan hak pilihnya; apabila dipenuhi prasyarat-prasyarat
tertentu, orang-orang Jerman yang tinggal di luar negeri juga dapat memilih. Para
calon untuk pemilihan pada umumnya diajukan oleh partai-partai, tetapi terdapat
kemungkinan calon-calon perorangan yang tidak berpartai untuk mengajukan diri.
d.
Keanggotaan dan Pembiayaan
Berdasarkan
kedudukan pada bulan Oktober 1998, partai-partai yang diwakili dalam Bundestag
memiliki jumlah anggota sebagai berikut : SPD 851.000, CDU 690.000, CSU 177.000
FDP 94.000, PDS 123.000, partai hijau 43.000. partai-partai setiap tahunnya
mendapat 1,30 DM per suara dari pemerintah untuk perolehan sampai dengan lima
juta suara yang sah. Selain itu diberikan pembayaran 0,50 DM untuk setiap 1 DM
yang diterima partai dari iuran anggota atau dari sumbangan-sumbangan.
Jumlah-jumlah ini tidak boleh lebih besar daripada pemasukan dana yang
diperoleh partai pertahun. Pembelian dari pemerintah untuk semua partai sebagai
keseluruhan dalam setahun tidak boleh melebihi 230 juta DM (batas tertinggi
mutlak).
F.
KOMUNIKASI
POLITIK AMERIKA SERIKAT DAN JERMAN
Hubungan media dan politik seringkali dijadikan obyek untuk
menyederhanakan struktur-struktur media dan politik dalam konteks hubungan
ketergantungan antara keduanya. Menurut pandangan ahli komunikasi Jay Blumler dan Michael Gurevitch,
karakter komunikasi politik di negara-negara demokrasi modern barat adalah
adanya sistem pembatasan antara media dan politik. Sistem ini mengatur
pertukaran informasi antara para pelaku dengan imbalan publisitas. Di satu
pihak sistem ini dicirikan dengan kondisi-kondisi struktural komunikasi
politik, misalnya ciri-ciri ketersusunan proses-proses politik, peran-peran
pelaku utama dalam sistem pemerintahan dan tatanan media. Di lain pihak sistem
komunikasi politik menentukan harapan dan norma-norma yang mengendalikan
perilaku atau tindakan profesional dan peran para pelaku.
Sisi subyektif dari komunikasi politik digambarkan Blumler/Gurevitch sebagai “budaya
komunikasi politik”. Penggunaan istilah budaya di sini lebih ditekankan pada
orientasi-orientasi normatif yang mengatur sikap atau perilaku para pelaku yang
saling tergantung dalam sebuah sistem sosial.
Budaya komunikasi politik di Amerika Serikat dan Jerman
masing-masing terikat dalam konstelasi yang spesifik. Konstelasi ini dibedakan
oleh organisasi institusi. Di Amerika institusinya berdasarkan sistem
pemerintahan presidensil dengan peran partai yang kecil serta dengan proses
pembentukan kehendak yang terkotak-kotak.
Dalam sebuah konstelasi di mana presiden Amerika Serikat
tidak memiliki inisiatif politik secara formal, tidak tergantung pada kongres,
namun koalisi politik harus selalu dibentuk kembali sejalan masalah-masalah
khusus yang muncul, disitulah tekanan publik menggantikan perundingan antara
pemerintah dan parlemen. Tekanan itu dimunculkan dengan suatu strategi media
yang terarah. Melalui strategi “going public” media menjadi bagian langsung
dari proses pengambilan keputusan politik. Strategi komunikasi yang disesuaikan
dengan media seperti ini sangat rasional. Alasannya: partai-partai politik
semakin mengandalkan fungsi-fungsi teknis dari mesin-mesin kampanye, karena itu
mereka tidak dapat menciptakan dukungan luas pemerintah melalui warga di
tengah-tengah pelaksanaan pemilihan dan tidak dapat pula melakukan mobilisasi
secara tepat dalam rangka menggolkan program-program politik spesifik di
parlemen.
Selain itu proses pembentukan kehendak melalui sistem
kelompok kepentingan dan lobby yang lazim di Amerika sangat terkotak-kotak. Ini
berarti pemerintah Amerika Serikat berada dalam tekanan publik dan politik dan
harus bertanggungjawab terhadap sejumlah badan pengawas. Dalam situasi seperti
ini media menjadi “salah satu di antara sedikit alat bantu yang dengannya dukungan
politik di dalam dan di luar pemerintah dapat dibangun dan diperoleh.”
Sementara di Jerman sistem pemerintahannya berdasarkan
perwakilan dengan peran partai yang besar dan dengan sedikit kelompok-kelompok
kepentingan. Konstelasi ini membuat masing-masing pemerintah memiliki posisi
berbeda dalam proses-proses komunikasi dan pengambilan keputusan politik. Dan
dengan demikian, konstelasi ini menentukan peran-peran yang sesuai bagi juru
bicara politik dalam sistem pemerintahan.
Sebaliknya, ciri-ciri konstelasi struktural dari sistem
pemerintahan yang representatif seperti di Republik Federal Jerman adalah bahwa
dukungan pemerintah tergantung pada fraksi-fraksi di parlemen dan oportunitas
politik dalam Dewan Federal (Bundesrat). Bagi upaya komunikasi ini berarti
motif partai politik dan koalisi politik serta situasi dan kondisi politk harus
selalu diperhatikan. Di Jerman yang paling berperan dalam proses pembentukan
kehendak politik adalah partai politik yang selain posisi-posisi institusional
juga (telah) menginfiltrasi “banyak bidang-bidang sosial yang seharusnya dari
segi organisasinya menjaga jarak dengan partai.” Karena itu bagi pemerintah dan
setiap politisi sangat penting untuk mencari dukungan partai mereka dulu baru
kemudian dukungan pemilih.
Ini berlaku baik bagi dukungan yang sifatnya umum dalam
pemilihan maupun untuk mobilisasi persetujuan (dukungan) terhadap
program-program politik dan realisasinya di parlemen. Di Jerman komunikasi
terutama sekali harus diarahkan pada legitimasi keputusan-keputusan pemerintah
secara simbolis dengan memperhatikan kontroversi politik. Namun, ini juga tidak
menutup kemungkinan bahwa berita atau pesan dari komunikasi itu harus sesuai
dengan media dan bahwa pemerintah harus merespon tekanan dari media. Meskipun
dalam kenyataannya partai politiklah yang paling berperan dalam menggolkan
tujuan-tujuan politik pemerintah.
Menyangkut tatanan media, Amerika Serikat dan Jerman
memiliki perbedaan yang mencolok. Di Amerika, sistem media benar-benar
dikomersialisasikan, sementara sistem media di Jerman lebih bersifat gabungan
antara media yang berorientasi pada keuntungan dan yang bersifat publik,
seperti yang ditemukan di sektor televisi. Selain itu media cetak di Jerman
memiliki profil politik yang dapat dikenal.
Hubungan antara tingkat komersialisasi media dan gaya
kebijakan (politik) informasi dapat dilihat pada penekanan biaya perolehan
informasi serendah mungkin di saat persaingan ekonomi antar media semakin
meningkat. Tapi ini membuat media mudah terpengaruhi pesan-pesan atau “titipan”
Humas Politik yang disesuaikan dengan standar berita dan logika media. Karena
itu gaya humas politik yang berorientasi pada media lebih cocok diterapkan di
negara-negara dengan sistem media yang dikomersialisasikan. Sementara gaya
politik new managements diterapkan di negara-negara yang tatanan medianya masih
memakai sistem badan-publik, seperti yang berlaku di Jerman. Media publik ini
memenuhi tugas yang disebut tugas (pelayanan/pengabdian) publik dan karenanya
mendapat pengawasan politik atau publik.
Perbedaan-perbedaan dalam budaya komunikasi politik?
Dengan latar belakang kondisi struktur politik dan media
yang diuraikan di atas dapat diduga bahwa budaya komunikasi politik di Amerika
dan di Jerman memiliki perbedaan. Budaya komunikasi politik yang berlaku di
Amerika adalah budaya yang norma-normanya dan aksi-aksi pelakunya harus
menyesuaikan diri dengan kriteria-kriteria seleksi yang didiktekan oleh media
dan karenanya penetapan tujuan-tujuan kegiatan Humas politik pun harus
berorientasi pada media.
Karena pelaku-pelaku politik sangat tergantung pada
komunikasi melalui media dalam rangka merealisasikan visi-visi politik mereka
dan memperoleh dukungan publik, maka sangat mungkin pedoman ini juga
mempengaruhi peran komunikasi dan norma-norma interaksi. Sebaliknya, untuk
komunikasi politik di Jerman, gaya politiklah yang mempengaruhi peran
komunikasi dan penetapan tujuan pada kegiatan Humas politik. Di negara Jerman
sejauh ini muncul masalah menyangkut norma-norma interaksi, yakni bila pelaku-pelaku
politik dan juru bicaranya dalam berhubungan dengan pihak wartawan kurang
menjaga jarak. Karena itu harus dicari norma-norma yang berfungsi secara
equivalen, norma-norma yang meningkatkan peluang bagi juru bicara politik untuk
menempatkan pesan-pesan mereka seoptimal mungkin di media.
IV.
KESIMPULAN
Di
Amerika, media merupakan sumber strategis yang sangat menentukan bagi kemampuan
untuk melakukan tindakan politik. Aturan-aturan media bagi para pelaku
komunikasi politik adalah aturan-aturan formulasi dan realisasi politik juga.
Sebaliknya di Jerman, konstelasi politik masih cukup kuat sehingga disamping
logika media, logika politik masih relatif dominan.
V.
DAFTAR PUSTAKA
Almond Gabriel.A dan Sidney Verba,
1990, Budaya Politik, Jakarta, Bumi Aksara
Departemen Luar Negeri Amerika
Serikat, 2000, Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat
Cipto, Bambang, Politik dan
Pemerintahan Amerika, Yogyakarta, Lingkaran Buku
|
Rodee,
Carlton Clymer, dkk. 2006, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada
0 comment:
Posting Komentar
give me a positive comment :)