Konflik di Republik Demokratik Kongo (Zaire) Perang Kongo I

| Minggu, 27 Oktober 2013
NAMA          :         RIA ROSIANNA S.
NIM                       :         1002045106
MATA KULIAH        :         MANAJEMEN RESOLUSI KONFLIK
KELAS          :         HI REGULER B ‘10
Konflik di Republik Demokratik Kongo (Zaire)
Perang Kongo I
Perang ini berawal dari negara yang bernama Zaire, ketika Perdana Menteri Mobutu mulai kehilangan legitimasi di mata rakyatnya. Mobutu telah memimpin Zaire sejak tahun 1965. Pada awal kepemimpinannya, Mobutu memiliki kiprah politik yang sangat baik. Kepemimpinannya di Zaire saat itu didukung oleh berbagai negara barat, termasuk Amerika Serikat. Namun pada perkembangannya Mobutu mulai menunjukkan sikap yang otoriter dan banyak membuat kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Zaire yang pernah maju saat awal kepemimpinannya berubah menjadi stagnan dan mengalami kemunduran. Desakan-desakan untuk mundur dari kekuasaanya pun mulai berdatangan. Tidak hanya dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri dan bahkan negara sekutu seperti Amerika Serikat. Atas tekanan Barat agar melakukan pembaharuan, Mobutu pada April 1990 melakukan reformasi menuju demokrasi di Zaire, setelah lebih dari dua dasawarsa menerapkan sistem partai tunggal, sistem partai tunggal dihapuskan dan rakyat diijinkan untuk mendirikan partai sendiri, Zaire mulai menganut sistem multipartai.
Akan tetapi tak terlihat perubahan selama enam tahun upaya pro-demokrasi di negeri tersebut. Akibatnya ialah pertentangan menguat dan banyak partai di negeri itu “berkiblat” pada suku atau pemisahan diri. Kondisi ekonomi tidak juga semakin membaik. Hampir semua rakyat Zaire bekerja di sektor informal karena sektor formal tidak dapat memberikan jaminan apapun kepada mereka. Angka PDB Zaire semakin mengalami kemerosotan dan banyak meresahkan masyarakat. Parahnya, Tentara Nasional Zaire, Forces Armees Zairoises sering melakukan penyerangan ke rumah warga dan melakukan perampokan. Kondisi ini terjadi karena para tentara sering tidak menerima gaji dari pemerintah. Zaire mengalami perpecahan dari dalam negeri, rakyat mulai membenci Mobutu yang dianggap sudah tidak mampu lagi untuk mengurus Zaire.
Lebih dari 200 etnis berada di Zaire yang berbicara dengan dialek yang berbeda. Karena itu masalah etnis menjadi persoalan utama di Zaire. Di sebagian wilayah Zaire, penduduk desa –yang hanya terpisah sekitar 50 kilometer– berbicara dengan dialek berbeda dan tak dapat saling memahami. Karena masalah semacam itu lah, perpecahan dan pemberontakan seringkali terjadi.
Konflik pun dimulai ketika kelompok pemberontak dari etnis Banyamulenge / Tutsi Banyamulenge (suku Tutsi Rwanda yang beremigrasi ke Zaire sekitar 200 tahun lalu) melakukan serangan ke desa Lamera, Zaire Timur. Pemberontakan pun mulai terjadi dimana-mana. Lemahnya kekuatan pusat membuat Zaire tidak mampu berbuat apapun menghadapi pemberontakan. Para pengungsi Tutsi-Rwanda yang berada di perbatasan Zaire juga akhirnya bekerjasama untuk menggalang kekuatan dengan nama Aliansi Pasukan Demokratik untuk Pembebasan Kongo (AFDL) yang dipimpin oleh Laurent-Desire Kabila karena merasa berhutang budi terhadap para pemberontak Zaire yang telah melindungi dari serangan Hutu. Tujuan utama dari AFDL ini adalah menggulingkan pemerintahan Mobutu yang dianggap sudah tidak efektif dan cenderung menindas rakyat. Banyak juga tentara nasional Zaire akhirnya bergabung ke AFDL karena adanya pemecatan oleh pemerintah. Melihat AFDL sudah mulai merekrut etnis Tutsi-Rwanda, Mobutu kemudian merekrut Interahamwe, etnis Hutu-Rwanda yang juga mengungsi akibat pertempuran antara Hutu-Tutsi di Rwanda. Konflik yang pada awalnya hanya konflik internal ini pun akhirnya berubah juga menjadi konflik etnis ketika isu keetnisan dimanfaatkan dalam konflik ini.
Perang antar etnis ini langsung menyeret negara sekitarnya yang juga mengalami masalah konflik Hutu-Tutsi seperti Rwanda, Uganda, Burundi, dan Angola. Presiden Rwanda, Paul Kagame yang berasal dari etnis Tutsi langsung memberikan bantuan kepada AFDL, keterlibatan Uganda lebih disebabkan oleh hubungan baik antara Rwanda dengan Uganda, Burundi yang kebetulan dipimpin oleh pemerintahan yang pro-Tutsi, Angola yang memiliki sejarah kelam dengan Mobutu karena pernah membantu UNITA, sebuah kelompok yang ingin memerdekakan diri dari Angola. Dalam perang ini Angola hanya membantu melatih dan mempersenjatai para tentara Zaire yang desersi dari kesatuannya dan mengirimkan mereka kembali ke Zaire untuk membantu menggulingkan Mobutu. Pihak lain yang ikut berperan dalam membantu pemberontakan ini adalah Zambia dan Zimbabwe juga memberikan dukungan militer kepada pemberontak. Demikian pula dengan Eritrea, Ethiopia dan Sudan Selatan yang mendukung pemberontakan melalui bantuan moral dan sumbangan dana.
Sementara itu pihak Mobutu hanya mendapat bantuan dari UNITA. Selain dari UNITA, Mobutu juga mendapat bantuan dari Sudan yang sejak awal memang sudah memiliki hubungan baik dengan Mobutu. Mobutu dikabarkan banyak menyewa tentara bayaran dari Afrika dan Eropa, akan tetapi jumlahnya terlalu sedikit sehingga tidak mampu untuk melakukan perlawanan terhadap pasukan AFDL yang didukung oleh berbagai negara. Pasukan Mobutu yang lemah sejak awal menjadi tidak berdaya ketika bertempur dengan AFDL. Mereka tidak mampu menghadapi perlawanan serius dari AFDL yang dibantu oleh kekuatan asing. Mobutu sendiri langsung melarikan diri ke Maroko, perang pun dimenangi oleh AFDL. Pada tanggal 7 Desember 1997, Laurent Desire Kabila langsung memplokamirkan dirinya sebagai Presiden baru dan mengubah nama Zaire menjadi Republik Demokratik Kongo dan langsung melakukan penertiban di negaranya.

FAKTOR STRUKTURAL
FAKTOR POLITIK
FAKTOR SOSIAL DAN EKONOMI
FAKTOR BUDAYA DAN PRESEPSI
Pemerintah mulai kehilangan legitimasi di mata rakyatnya akibat maraknya korupsi.
Pemerintah menunjukkan sikap yang otoriter dan banyak membuat kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat
Ekonomi Zaire stagnan dan cenderung mengalami kemunduran.
Sejarah konflik etnis Hutu dan Tutsi.
( Jika ada negara yang dikuasai oleh etnis Hutu biasanya akan menindas etnis Tutsi, begitu pula sebaliknya)
Tentara Nasional Zaire, sering melakukan penyerangan ke rumah warga dan melakukan perampokan.
Negara-negara lain terutama Barat pun mulai menyerukan perlu adanya generasi baru pemimpin.
Hampir semua rakyat Zaire bekerja di sektor informal sehingga angka PDB Zaire semakin mengalami kemerosotan.
Banyaknya etnis di Zaire menyebabkan  mereka tak dapat saling memahami.


0 comment:

Posting Komentar

give me a positive comment :)

 

Copyright © 2010 Every Step That I Take Along With God Blogger Template by Dzignine